Jepang Keluarkan Peringatan ke Warga di Tengah Meningkatnya Ketegangan dengan China

Sahrul

Hubungan Jepang dan China kembali berada di ujung tanduk setelah rangkaian pernyataan politik, protes diplomatik, dan manuver keamanan saling berbalas dalam beberapa pekan terakhir. Di tengah meningkatnya ketegangan itu, Tokyo akhirnya mengeluarkan imbauan keselamatan bagi warganya yang tinggal atau sedang berada di China—sebuah langkah yang menggarisbawahi betapa rapuhnya dinamika kedua negara saat ini.

Peringatan tersebut dirilis saat atmosfer hubungan bilateral dipenuhi kecurigaan, terutama setelah pemerintah China sebelumnya meminta rakyatnya agar menghindari perjalanan ke Jepang. Seruan itu muncul sebagai bentuk ketidakpuasan Beijing atas pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, yang menyinggung kemungkinan keterlibatan Jepang jika pecah konflik antara China dan Taiwan. Pernyataan yang disampaikan pada 7 November itu langsung diartikan luas sebagai sinyal bahwa serangan Beijing ke Taiwan dapat memantik keterlibatan militer Jepang.

Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, menafsirkan komentar tersebut sebagai provokasi terselubung. Letak Taiwan yang hanya sekitar 100 kilometer dari pulau terluar Jepang semakin mempertebal kekhawatiran pihak China terhadap potensi campur tangan Tokyo.

Diplomatik Memanas: Saling Panggil Dubes

Rentetan ketegangan semakin menjadi-jadi. Pada Jumat (14/11), China memanggil duta besar Jepang untuk meminta klarifikasi. Sebagai balasan, Tokyo juga memanggil dubes China setelah menemukan unggahan daring yang dianggap tidak pantas—yang kemudian dihapus. Insiden ini menjadi metafora betapa cepatnya bara kecil bisa berubah menjadi kobaran api dalam hubungan antarnegara yang sudah rapuh.

Ketegangan itu terus berlanjut hingga akhirnya Jepang mengingatkan warganya agar lebih berhati-hati selama berada di China. Dalam pernyataan resmi di laman kedutaan besar Jepang, warga diminta menjauh dari kerumunan yang berpotensi menjadi titik rawan. “Perhatikan lingkungan sekitar Anda dan sebisa mungkin hindari alun-alun tempat berkumpulnya banyak orang atau tempat-tempat yang kemungkinan besar digunakan oleh banyak orang Jepang,” demikian imbauan yang dirilis dan dikutip AFP, Selasa (18/11/2025).

Juru Bicara pemerintah Jepang, Minoru Kihara, menambahkan bahwa langkah ini diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap situasi politik dan keamanan terkini. Ia menegaskan bahwa analisis berbagai faktor sosial menjadi dasar keputusan Tokyo. Menurutnya, peringatan itu dikeluarkan “berdasarkan penilaian komprehensif terhadap situasi politik, termasuk situasi keamanan di negara atau kawasan terkait, serta kondisi sosial”.

Kepemimpinan Takaichi dan Respons China

Para pengamat menilai bahwa hubungan bilateral Jepang–China berpotensi semakin goyah di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Takaichi. Pernyataan-pernyataannya yang mendukung peningkatan kemampuan pertahanan Jepang dianggap menambah gesekan dengan China, terutama terkait sengketa wilayah di perairan Pasifik barat.

Konflik keduanya tidak hanya terjadi di ruang diplomatik, tetapi juga merembet ke laut dan udara. China, misalnya, mengirimkan formasi kapal Penjaga Pantai ke perairan sekitar Kepulauan Senkaku—wilayah yang dikontrol Jepang tetapi diklaim sebagai Diaoyu oleh Beijing. Dalam pernyataan resmi, China menyebut kegiatan itu sebagai aksi penegakan kedaulatan. “Formasi kapal Penjaga Pantai Tiongkok 1307 melakukan patroli di perairan teritorial Kepulauan Diaoyu. Ini adalah operasi patroli yang sah yang dilakukan oleh Penjaga Pantai China untuk menegakkan hak dan kepentingannya,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Adu klaim di wilayah itu memang sudah berlangsung lama. Wilayah kepulauan kecil tersebut seolah menjadi gelanggang persaingan kekuatan Asia Timur, tempat kedua negara mempertahankan klaim masing-masing dengan intensitas yang tak pernah surut.

Insiden Drone China & Respons Jepang

Masih di akhir pekan yang sama, Jepang kembali dihadapkan pada situasi yang mempertinggi kewaspadaan nasional. Kementerian Pertahanan Jepang mengonfirmasi keberadaan sebuah drone yang diyakini berasal dari China, terbang di sekitar wilayah udara antara Pulau Yonaguni—titik terujung selatan Jepang—dan Taiwan.

“Pada Sabtu, 15 November 2025, sebuah kendaraan udara tanpa awak, yang diyakini berasal dari China, dikonfirmasi terbang di antara Pulau Yonagunia dan Taiwan,” sebut kementerian dalam pernyataan via X pada Senin (17/11). Menyikapi situasi itu, Jepang mengerahkan jet tempur dari pasukan bela diri udara. “Sebagai respons, jet tempur dari Komando Pertahanan Udara Barat Daya pada Pasukan Bela Diri Udara Jepang telah dikerahkan,” tambah pernyataan tersebut.

Melangkah di Atas Es Tipis

Rangkaian peristiwa ini menunjukkan bahwa hubungan Jepang dan China sedang melangkah di atas “es diplomatik” yang mudah retak. Ketegangan yang meningkat secara simultan—di udara, laut, dan ruang diplomasi—menunjukkan bahwa kedua negara sedang berada di fase paling sensitif dalam beberapa tahun terakhir.

Imbauan keamanan kepada warga Jepang di China menjadi gambaran bahwa situasi telah melampaui sekadar ketegangan politik, melainkan menyentuh aspek keselamatan publik. Selanjutnya, dunia menantikan bagaimana kedua negara besar di Asia Timur ini mengelola gesekan yang kian intens agar tidak berkembang menjadi konflik terbuka yang mengguncang stabilitas kawasan.

Also Read

Tags