Kasus Pengeroyokan Matel: 6 Anggota Yanma Siap Hadapi Sidang Etik Polri

Sahrul

Kasus dugaan pengeroyokan yang berujung maut di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, menyeret enam anggota Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri ke pusaran hukum. Peristiwa ini menjadi noda serius karena melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya berdiri di garda terdepan menjaga keamanan, namun justru diduga terlibat dalam tindak kekerasan hingga merenggut nyawa seorang debt collector atau matel.

Keenam oknum polisi tersebut kini telah berstatus tersangka setelah penyidik merampungkan rangkaian penyelidikan awal. Tidak hanya diproses secara pidana, mereka juga langsung menghadapi mekanisme penegakan kode etik profesi Polri. Langkah cepat ini menandai upaya institusi untuk menutup ruang impunitas dan memastikan setiap pelanggaran dipertanggungjawabkan.

“Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan,penyidik melakukan analisis terhadap keterangan para saksi dan barang bukti,maka penyidik telah menetapkan enam orang tersangka yang diduga terlibat dalam rangkaian tindak pidana tersebut,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Adapun enam tersangka yang dimaksud adalah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM. Seluruhnya dijerat dengan Pasal 170 ayat 3 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Ancaman hukuman dalam pasal ini mencerminkan beratnya perbuatan yang dituduhkan kepada para pelaku.

Selain proses pidana, Polri juga langsung mengaktifkan jalur etik sebagai bentuk penegakan disiplin internal. Sidang Komisi Kode Etik Polri terhadap keenam tersangka dijadwalkan berlangsung pada pekan depan.

“Terhadap enam terduga pelanggar akan dilaksanakan sidang Komisi Kode Etik pada hari Rabu pekan depan, 17 Desember 2025,” kata Truno.
“Berdasarkan alat bukti yang didapat terhadap enam orang terduga pelanggar telah cukup bukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri,” sambungnya.

Peristiwa pengeroyokan ini sendiri terjadi pada Kamis (11/12) sekitar pukul 15.45 WIB di area parkir depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Polsek Pancoran awalnya menerima laporan adanya aksi kekerasan yang melibatkan dua korban. Ketika petugas tiba di lokasi, situasi sudah berubah menjadi tragedi. Satu korban ditemukan tidak bernyawa, sementara satu lainnya dalam kondisi kritis dan harus segera mendapatkan penanganan medis.

Dari hasil penelusuran di lapangan, polisi kemudian mengungkap bahwa para terduga pelaku merupakan anggota Polri yang bertugas di Mabes Polri. Fakta ini membuat kasus tersebut menjadi sorotan publik, karena pelaku berasal dari institusi yang memiliki kewenangan menegakkan hukum.

“Ada pun keenam tersangka tersebut merupakan anggota dari satuan pelayan markas di Mabes Polri,” kata Truno.

Saat ini, keenam oknum polisi tersebut menjalani dua jalur proses hukum secara bersamaan. Di satu sisi, mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di ranah pidana sebagai tersangka kasus pengeroyokan. Di sisi lain, mereka juga menghadapi sanksi etik yang berpotensi berujung pada hukuman berat, termasuk pemecatan tidak dengan hormat.

Hasil pemeriksaan awal Divisi Propam Polri menyimpulkan bahwa tindakan para pelaku masuk dalam kategori pelanggaran serius terhadap kode etik dan profesi anggota Polri. Perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai dasar kepolisian yang menjunjung tinggi profesionalisme, integritas, dan perlindungan terhadap masyarakat.

“Terhadap perbuatan enam terduga pelanggar masuk dalam kategori pelanggaran berat,” jelas Truno.

Para tersangka diduga melanggar Pasal 13 ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 8 huruf c angka 1 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, serta Pasal 13 huruf M Perpol Nomor 7 Tahun 2022.

Trunoyudo menegaskan, Polri berkomitmen menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Status sebagai anggota kepolisian tidak akan menjadi tameng untuk menghindari sanksi, baik pidana maupun etik. Institusi, kata dia, memastikan seluruh proses berjalan transparan, profesional, dan proporsional.

“Polri berkomitmen untuk serius mengungkap kasus kriminal kepada siapapun dan tidak pandang bulu. Polri akan menjalankan proses penegakan secara transparan professional dan proporsional serta memastikan bahwa seluruh pihak yang telribat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkas Truno.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa penyalahgunaan wewenang dan kekerasan, siapa pun pelakunya, akan berujung pada konsekuensi hukum yang tegas.

Also Read

Tags