Pemerintah terus mempercepat langkah strategis dalam mewujudkan kemandirian energi nasional melalui proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Bahan bakar ini digadang-gadang sebagai alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk kebutuhan rumah tangga, sekaligus menjadi solusi mengurangi ketergantungan impor gas elpiji yang selama ini membebani neraca perdagangan.
Langkah pengembangan DME menjadi salah satu prioritas utama dalam kebijakan hilirisasi sektor energi, seiring dengan arahan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam domestik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa DME termasuk dalam 18 proyek hilirisasi strategis yang tengah difinalisasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
“Sekarang, dari pra FS itu dipelajari oleh konsultan untuk finalisasi di Danantara. Dari sekian banyak, 18 project itu salah satunya adalah DME,” ujar Bahlil saat ditemui usai acara Anugerah Subroto, di Jakarta, Jumat (24/10/2025) malam.
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa proyek DME menjadi solusi nyata untuk menekan impor LPG yang jumlahnya sangat besar setiap tahun.
“Karena kita kan impor LPG contoh konsumsi lpg kita 8,5 juta ton, kapasitas produksi dalam negeri itu hanya 1,3 juta ton. Jadi kita impor sekitar 6,5 juta ton sampai 7 juta ton. Nah caranya bagaimana mengurangi impor adalah kita melahirkan substitusi impor melalui hilirisasi batu bara,” tambahnya.
Alternatif Energi Baru yang Serupa Namun Tak Sama
DME, menurut penjelasan Kementerian ESDM, memiliki karakteristik fisika dan kimia yang mirip dengan LPG, sehingga penggunaannya tidak memerlukan infrastruktur baru secara menyeluruh. Artinya, tabung gas, tempat penyimpanan (storage), dan sistem distribusi yang sudah ada masih bisa dimanfaatkan untuk DME.
Dalam hal energi panas (calorific value), DME menghasilkan sekitar 7.749 Kcal per kilogram, sedangkan LPG mampu mencapai 12.076 Kcal per kilogram. Meski secara nilai panas DME lebih rendah, massa jenisnya lebih tinggi, sehingga perbandingan efisiensi kalorinya berada di kisaran 1 banding 1,6 terhadap LPG.
Pemanfaatan DME juga dinilai lebih ramah terhadap alam. Senyawa ini mudah terurai di udara, tidak merusak lapisan ozon, dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 20%. Berdasarkan perhitungan, jika penggunaan LPG menghasilkan 930 kg CO₂ per tahun, maka penggunaan DME dapat menurunkannya menjadi sekitar 745 kg CO₂ per tahun — sebuah langkah konkret dalam mendukung komitmen global terhadap pengurangan emisi karbon.
Kualitas Api Lebih Bersih dan Stabil
Dari sisi performa, nyala api DME lebih biru, stabil, dan bebas dari partikel berbahaya seperti partikulat matter (PM) maupun nitrogen oksida (NOx). Selain itu, DME tidak mengandung sulfur, menjadikannya bahan bakar yang lebih bersih bagi lingkungan dan lebih aman digunakan dalam jangka panjang.
Secara kimiawi, DME merupakan senyawa eter paling sederhana dengan rumus CH₃OCH₃. Wujudnya berupa gas yang mudah terbakar dan memiliki proses pembakaran lebih cepat dibanding LPG, menjadikannya efisien untuk kebutuhan memasak maupun industri kecil.
Uji Coba di Palembang dan Jakarta Berjalan Sukses
Kementerian ESDM melalui Balitbang ESDM telah melakukan serangkaian uji terap penggunaan DME murni (100%) pada Desember 2019 hingga Januari 2020 di Kota Palembang dan Muara Enim, yang melibatkan 155 kepala keluarga. Hasilnya, mayoritas peserta menyatakan penggunaan DME dapat diterima dengan baik, terutama karena nyala apinya stabil dan mudah dikendalikan.
Tak hanya itu, uji campuran DME 20%, 50%, dan 100% juga pernah dilakukan di wilayah Marunda, Jakarta, pada tahun 2017 kepada 100 kepala keluarga. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kompor DME mudah dinyalakan, warna api biru, serta proses memasak sedikit lebih lama dibanding LPG, dengan perbandingan waktu sekitar 1,1 hingga 1,2 kali lebih lama.
Secara teknis, hasil ini menegaskan bahwa DME layak digunakan sepenuhnya (100%) untuk kebutuhan rumah tangga, terutama bila dipasangkan dengan kompor khusus DME yang dirancang sesuai karakteristik pembakarannya.
Langkah Strategis Menuju Kemandirian Energi
Proyek hilirisasi DME tak hanya soal transisi bahan bakar, tetapi juga simbol dari kemandirian energi nasional. Dengan mengolah batu bara domestik menjadi bahan bakar alternatif, Indonesia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada impor gas elpiji.
Pemerintah berharap, jika produksi DME berhasil dioptimalkan, beban subsidi LPG bisa ditekan, sementara ketahanan energi rumah tangga meningkat. Di sisi lain, langkah ini juga akan membuka lapangan kerja baru di sektor energi dan industri pengolahan batu bara, menciptakan efek ganda bagi perekonomian nasional.
Sebagaimana ditegaskan Bahlil Lahadalia, program hilirisasi ini menjadi bagian dari strategi besar untuk mengubah sumber daya alam menjadi kekuatan industri bernilai tinggi, sekaligus memperkokoh posisi Indonesia sebagai negara yang mampu memanfaatkan potensi energinya sendiri.






