Kisruh Unisba-Unpas Kena Gas Air Mata, Publik Desak Dedi Mulyadi Ikut Menyelesaikan

Sahrul

Lini masa media sosial mendadak riuh pada Selasa, 2 September 2025. Tagar #AllEyesOnBandung menjalar cepat layaknya kobaran api di padang kering. Fenomena itu muncul usai tersebarnya rekaman mencekam yang memperlihatkan kepanikan di kawasan Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) Tamansari.

Desas-desus menyebutkan bahwa kedua kampus tersebut diselimuti gas air mata yang dilepaskan aparat pada Senin dini hari, 1 September 2025. Akibatnya, sejumlah mahasiswa dikabarkan terjebak di dalam lingkungan kampus tanpa bisa keluar. Kondisi itu membuat berbagai kalangan angkat suara, termasuk aktivis sekaligus diaspora Indonesia, Salsa Erwina, yang sampai mengarahkan sorotannya pada Gubernur Jawa Barat.
“Pak tolong pak @dedymulyadi71,” tulis Salsa lewat cuitannya.

Rekaman Kekacauan di Tengah Malam

Suasana yang diliputi rasa takut tergambar jelas dalam potongan video, foto, hingga rekaman CCTV yang menyebar luas. Dalam tayangan itu, terlihat kendaraan taktis aparat berjajar di sekitar kampus, bak bayangan mesin baja yang menghantui ruang akademik.

Di tengah kepulan asap, mahasiswa tampak berlarian menyelamatkan diri. Beberapa petugas keamanan kampus bahkan dilaporkan tumbang karena kelelahan dan paparan gas.

Dari informasi yang dipublikasikan akun resmi @lbhbandung, tindakan aparat bukan hanya melepaskan gas air mata, melainkan juga menembakkan peluru karet.
“Darurat!! Kampus Unpas Tamansari dan Unisba ditembakan peluru karet dan gas air mata oleh aparat gabungan. Hingga kini, kawan-kawan mahasiswa tertahan di dalam kampus, Senin September 2025,” tulis mereka.

Gelombang Kecaman

Serangan ini segera mengundang kritik keras dari berbagai kalangan. Terlebih, insiden itu terjadi di tengah meningkatnya gelombang demonstrasi menentang pemerintah dan DPR RI dalam beberapa hari terakhir.

“Kami mengecam keras tindakan aparat gabungan TNI-POLRI yang menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah area kampus UNPAS Tamansari dan UNISBA. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, ini adalah teror negara terhadap rakyatnya sendiri,” tegas LBH Bandung.

Pernyataan itu menggambarkan betapa seriusnya tindakan aparat, yang dianggap menodai batas antara keamanan publik dengan kebebasan akademik. Bagi banyak pihak, kampus adalah taman ilmu, bukan arena militer.

“Menyerang kampus berarti menyerang kebebasan akademik, demokrasi, dan hak konstitusional mahasiswa untuk menyuarakan pendapat. Negara harus tahu batas, dan hari ini, batas itu telah dilanggar secara terang-terangan,” imbuh LBH Bandung.

Tagar Solidaritas dan Suara Netizen

Tak lama, berbagai cuitan solidaritas menghiasi lini masa dengan narasi All Eyes On Bandung, All Eyes On Unisba, dan All Eyes On Unpas Tamansari.

“Sakit jiwa kampus diserang tengah malam padahal hari ini gak ada demo sama sekali? Kayak gini bentukan yang namanya naik pangkat? All Eyes On Bandung,” tulis seorang pengguna X.

Ada pula yang melampiaskan amarahnya karena kampus yang biasanya dipandang sebagai “zona aman” justru berubah jadi titik rawan.
“Aksi sudah selesai, massa damai, tenang, bahkan mulai bubar. Tapi tiba-tiba Tank dibawa masuk ke KAMPUS – tempat yang selalu jadi zona aman tiap ada aksi. Gas air mata langsung ditembakkan. Laknatullah,” ujar warganet.

Seruan serupa terus bermunculan.
“Aksi sudah selesai, massa damai, tenang, bahkan mulai bubar. Tapi tbtb tank dibawa masuk ke kampus- tempat yang selalu jadi zona aman tiap ada aksi. Gas air mata langsung ditembakkan. Laknatullah. All Eyes on Bandung, All Eyesn on Unisba dan Unpas,” tulis akun lainnya.

Kritik pun diarahkan pada alasan aparat yang dianggap tak masuk akal.
“Yang katanya patroli tapi nyatanya dipakai untuk menyerang kampus,” ungkap netizen.

Sebagian warganet bahkan menilai bahwa langkah tersebut tidak hanya melukai mahasiswa, tetapi juga meruntuhkan rasa aman di dunia pendidikan.
“Serangan aparat ke Univ Islam bukan hanya melukai mahasiswa, tapi juga meruntuhkan rasa aman di ruang akademik. Kampus seharusnya jadi zona damai, bukan medan represif,” tulis salah satunya.

Simbol Perlawanan

Kasus ini bukan sekadar catatan hitam di dunia pendidikan, melainkan simbol rapuhnya garis batas antara negara dan kebebasan sipil. Gas air mata yang biasanya digunakan untuk membubarkan kerumunan kini menyerbu ruang kuliah, meninggalkan jejak trauma sekaligus solidaritas.

Tagar All Eyes On Bandung akhirnya menjelma menjadi sorotan publik, menggambarkan satu pesan jelas: ketika ruang intelektual diserang, maka seluruh mata bangsa akan tertuju ke sana.

Also Read

Tags