Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara mengenai perkembangan pelaporan harta kekayaan dua figur publik yang kini memegang jabatan strategis di pemerintahan dan BUMN. Sosok yang dimaksud adalah Deddy Corbuzier dan Riefan Fajarsyah atau yang lebih dikenal dengan nama panggungnya, Ifan Seventeen.
Deddy, yang kini dipercaya sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan bidang Komunikasi Sosial dan Publik, telah menyelesaikan proses pelaporan harta kekayaannya. Menurut keterangan resmi dari KPK, laporan tersebut telah lolos verifikasi dan dinyatakan lengkap, tinggal menunggu publikasi daring.
“Untuk Saudara Deddy Cahyadi (Deddy Corbuzier) sudah lapor LHKPN, dan terverifikasi lengkap. Saat ini masih proses upload di website,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).
Sementara itu, status LHKPN milik Ifan Seventeen, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN), masih dalam tahap penyusunan awal. Artinya, dokumen tersebut belum rampung dan masih dalam bentuk konsep kasar atau draf.
“Untuk saudara Riefan Fajarsyah masih draf,” sebut Budi singkat.
Kedua nama ini menjadi sorotan publik lantaran transisi mereka dari dunia hiburan ke ranah birokrasi. Meski dikenal sebagai figur selebritas, tanggung jawab mereka kini juga mencakup kewajiban administratif sebagai penyelenggara negara, termasuk kepatuhan terhadap pelaporan harta kekayaan melalui sistem LHKPN.
KPK menegaskan bahwa aturan baru telah mengatur dengan tegas soal siapa saja yang diwajibkan melaporkan kekayaannya. Melalui regulasi internal KPK yang tertuang dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 3 Tahun 2024, jabatan staf khusus menteri kini termasuk dalam daftar pihak yang berkewajiban menyampaikan LHKPN.
“Berdasarkan Peraturan KPK (Perkom) Nomor 3 Tahun 2024, staf khusus menteri termasuk wajib LHKPN (WL). Perkom tersebut efektif berlaku 6 bulan setelah ditetapkan atau 1 April 2025,” kata Budi Prasetyo, dalam keterangan, Selasa (11/2).
Dalam proses implementasinya, KPK menyatakan akan berkoordinasi dengan instansi terkait, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, guna memastikan kesesuaian jabatan staf khusus dengan klasifikasi struktural yang berlaku. Hal ini penting untuk menentukan tenggat waktu pelaporan LHKPN yang tepat.
“Namun KPK akan berkoordinasi terlebih dulu dengan Kementerian Pertahanan, apakah staf khusus Menteri setara dengan pejabat eselon I, II, atau III. Mengingat dalam Permenhan Nomor 28 Tahun 2019, atas jabatan tersebut termasuk sebagai WL (wajib lapor),” terang Budi.
Jika posisi staf khusus dianggap selevel dengan pejabat struktural tersebut, maka pelaporan harus dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan pasca-pelantikan. Dalam konteks ini, tenggat waktu yang berlaku adalah 12 Mei 2025.
“Sehingga, jika setara dengan jabatan tersebut, yang bersangkutan wajib melaporkan LHKPN-nya dengan batas waktu 3 bulan sejak pelantikan atau 12 Mei 2025,” jelas dia.
Namun bila jabatan staf khusus tidak dikategorikan dalam struktur eselon I hingga III, maka batas waktu pelaporan mundur menjadi dua bulan sejak aturan baru efektif berlaku, yakni mulai 1 Juni 2025. Untuk mempermudah proses ini, KPK menyatakan kesiapannya dalam memberikan bimbingan teknis kepada para pejabat baru.
“KPK terbuka untuk melakukan pendampingan dalam pengisian dan pelaporan LHKPN ini,” pungkasnya.
Dengan penegakan aturan yang makin rinci dan transparan, KPK berharap semua pejabat negara—tak terkecuali dari latar belakang publik figur—dapat menunjukkan integritas melalui pelaporan kekayaan secara terbuka dan tepat waktu.