Kredit Nganggur Sentuh Rp 2.000 T, OJK Siapkan Strategi Dorong Penyaluran

Sahrul

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan fakta terbaru mengenai dana kredit yang belum terserap alias kredit menganggur. Hingga Juni 2025, jumlahnya menembus Rp 2.304 triliun, naik dibandingkan periode serupa tahun lalu yang berada di kisaran Rp 2.152 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa fasilitas kredit tersebut sebenarnya telah mendapat lampu hijau dari perbankan kepada para debitur, hanya saja belum ditarik untuk realisasi. Dengan kata lain, sudah ada kesepakatan resmi antara bank dan nasabah untuk menopang proyek maupun pengembangan bisnis tertentu.

“Saya kira juga ini sebetulnya merupakan suatu confidence karena ini sudah di-sign, sudah ditanda tangan, tentu kan sudah ada agreement untuk pengembangan-pengembangan usaha-usaha tertentu,” kata Dian dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (17/9/2025).

Menurut Dian, kondisi ini bukan sekadar angka besar tanpa makna, melainkan ibarat bendungan raksasa yang menampung energi ekonomi. Ketika debit dana tersebut dilepaskan, maka arusnya berpotensi mendorong laju pertumbuhan nasional.

“Ini sebetulnya menunjukkan potensi ekspansi kredit kita yang Rp 2.300 triliun itu ada sangat besar, sebetulnya untuk bisa nanti mendorong pertumbuhan perekonomian ke depan,” imbuhnya.

Berdasarkan tren tahun-tahun sebelumnya, Dian memperkirakan akan ada percepatan pencairan kredit menjelang akhir tahun. Fenomena ini ia sebut sebagai bagian dari siklus bisnis tahunan, di mana permintaan kredit biasanya melonjak pada kuartal terakhir.

“Ini akan ada yang kita sebut sebagai business cycle. Jadi memang kalau kita melihat, itu menjelang akhir tahun di normalnya, ini akan terjadi percepatan realisasi,” ucapnya.

Kritik DPR: Dana Pemerintah Rp 200 Triliun Justru Jadi Beban

Di sisi lain, keputusan pemerintah menempatkan dana segar senilai Rp 200 triliun pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menuai sorotan. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, menilai langkah itu justru memberatkan perbankan, mengingat dana kredit yang belum digunakan saja sudah mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun.

“Yang nganggur saja sudah Rp 2.000-an (triliun), tambah Rp 200 (triliun), kita nggak tahu nih untuk apa. Rp 2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp 200 triliun, malah bikin beban,” ucap Dolfie dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.

Dolfie juga menyinggung rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang tak pernah mampu menembus level 90%. Walau sempat naik hingga 86,54% pada Juli 2025, angka tersebut kembali tergelincir ke 86,03% pada Agustus, bahkan turun lagi menjadi 85,34% usai tambahan dana pemerintah masuk ke bank.

“Mau mengejar sampai 90 saya nggak tahu apa bisa atau tidak dunia usaha kita itu,” ucap Dolfie pesimis.

Dengan demikian, di satu sisi OJK menilai kredit menganggur sebagai peluang besar bagi ekspansi ekonomi, sementara di sisi lain DPR melihat tumpukan dana tersebut justru menjadi beban laten yang belum termanfaatkan secara optimal.

Also Read

Tags