Maskapai berbiaya rendah asal Irlandia, Ryanair, mengeluarkan ancaman keras terhadap rencana pembelian pesawat Boeing senilai lebih dari Rp 495 triliun. Ancaman tersebut muncul sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Ryanair mengungkapkan kemungkinan untuk mencari alternatif dari produsen pesawat lain, seperti COMAC, perusahaan asal China yang menawarkan pesawat dengan harga yang lebih bersaing.
Ryanair, yang telah lama menjadi salah satu pelanggan utama Boeing, menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk menunda bahkan membatalkan pesanan 330 unit pesawat Boeing 737 MAX yang telah mereka ajukan, jika tarif tinggi yang dikenakan oleh pemerintah AS tetap diterapkan. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa harga ekspor pesawat Boeing ke Eropa bisa melonjak tajam. Nilai total pesanan pesawat tersebut diperkirakan mencapai sekitar US$ 30 miliar, atau setara dengan Rp 495 triliun.
Dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada anggota parlemen senior AS, CEO Ryanair, Michael O’Leary, menegaskan, “Jika pemerintah AS melanjutkan rencana yang tidak bijaksana untuk mengenakan tarif, dan jika tarif ini secara material mempengaruhi harga ekspor pesawat Boeing ke Eropa, maka kami tentu akan menghitung ulang pesanan Boeing kami saat ini, dan kemungkinan untuk memesan di tempat lain,” ujar O’Leary, seperti yang dikutip dari Reuters pada Jumat (2/5/2025).
Namun, ancaman yang dikeluarkan Ryanair ini menghadapi tantangan besar. Meskipun perusahaan tersebut berusaha mencari opsi lain, COMAC, produsen pesawat asal China, belum memperoleh sertifikasi di Eropa. Sementara itu, Airbus, pesaing utama Boeing, mengungkapkan bahwa seluruh pesawat mereka telah terjual habis hingga akhir dekade ini, menjadikannya pilihan yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu dekat. Dengan demikian, meski Ryanair menggembar-gemborkan niatnya untuk membatalkan pesanan, kemungkinan untuk beralih ke produsen lain seperti COMAC dan Airbus saat ini sangat terbatas.
Boeing sendiri belum memberikan tanggapan resmi terhadap ancaman ini. Namun, ancaman Ryanair menjadi semakin serius setelah sebelumnya mereka hanya menyebutkan kemungkinan penundaan pengiriman pesawat Boeing. Hal ini menunjukkan meningkatnya ketegangan antara maskapai dan produsen pesawat terbesar dunia ini.
Terkait dengan opsi COMAC, O’Leary mengungkapkan bahwa meskipun perusahaan China tersebut belum berdiskusi lebih lanjut mengenai pembelian pesawat dengan Ryanair sejak 2011, ia akan mempertimbangkan untuk membeli pesawat COMAC jika harga yang ditawarkan 10%-20% lebih murah daripada pesaing utama mereka, Airbus. COMAC sendiri tengah berusaha mendapatkan sertifikasi untuk jet C919 mereka di Eropa, meskipun mereka belum memiliki akses ke pasar Amerika Serikat.
Namun, C919, yang merupakan jet utama COMAC, lebih kecil dibandingkan dengan pesawat Boeing yang saat ini digunakan oleh Ryanair. Pesawat ini mampu menampung sekitar 150 hingga 190 penumpang, sementara Boeing MAX 10 dapat menampung hingga 230 penumpang, sehingga tidak sepenuhnya memenuhi kapasitas yang diinginkan oleh Ryanair.
Airbus, meskipun telah memiliki sertifikasi di Eropa, terjebak dalam kekurangan pasokan pesawat karena tingginya permintaan hingga akhir dekade ini, sehingga kemungkinan besar tidak dapat memenuhi kebutuhan Ryanair dalam waktu dekat.
Dihadapkan pada opsi terbatas, Ryanair tampaknya terjebak dalam dilema antara tetap mempertahankan pesanan pesawat Boeing atau mencari alternatif dari produsen lain yang masih belum siap memenuhi standar mereka. Sebagai maskapai dengan model bisnis yang sangat bergantung pada biaya rendah, keputusan yang diambil oleh Ryanair akan sangat berpengaruh pada hubungan mereka dengan Boeing, serta masa depan penerbangan murah di Eropa.