Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mengibarkan bendera peringatan dengan melaporkan dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana haji tahun 2025 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan tersebut menyeret isu serius, mulai dari dugaan permainan layanan hingga pemangkasan kualitas konsumsi untuk jemaah haji.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar angkat bicara menanggapi kabar tersebut. Saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (10/8/2025), ia memberikan pernyataan singkat.
“Sudah diklarifikasi, sudah diklarifikasi,” ujarnya.
Kendati tidak memerinci siapa pihak yang dimaksud telah memberikan klarifikasi, Nasaruddin menegaskan bahwa persoalan ini tidak menimbulkan masalah.
“Sudah sudah, nggak ada masalah,” tambahnya.
Sebelumnya, ICW secara resmi mendatangi gedung KPK di Kuningan, Jakarta, Selasa (5/8), untuk menyerahkan laporan dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan haji 2025. Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menjelaskan bahwa laporan tersebut fokus pada dua poin utama.
“Pada hari ini tanggal 5 Agustus 2025, ICW resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penyelenggaraan haji, terutama berkaitan dengan dua hal,” kata Wana.
Poin pertama yang disorot adalah layanan masyair—bagian dari proses haji yang mencakup pergerakan jemaah di tanah suci. Berdasarkan hasil investigasi ICW, ditemukan indikasi bahwa penyedia jasa layanan masyair berasal dari dua perusahaan berbeda yang ternyata dimiliki oleh satu individu yang sama.
“Terkait dengan adanya dugaan persoalan layanan masyair, berdasarkan hasil investigasi kami, adanya dugaan pemilihan penyedia dua perusahaan yang dimiliki oleh satu orang, satu individu yang sama. Namanya sama, alamatnya sama,” ungkap Wana.
Dari analisis ICW, pemilik ganda tersebut disebut menguasai sekitar 33% pangsa pasar layanan umum haji, yang mencakup lebih dari 203 ribu jemaah.
Tak berhenti di sana, ICW juga mengangkat isu kedua, yakni dugaan penurunan spesifikasi konsumsi yang diberikan kepada jemaah. Pihaknya mengklaim bahwa jumlah kalori dalam makanan yang disediakan tidak memenuhi standar yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan.
Wana menambahkan, ada indikasi pungutan yang dilakukan oleh salah satu pihak terlapor pada setiap paket konsumsi, yang berpotensi menghasilkan keuntungan hingga Rp 50 miliar.
ICW turut memaparkan bahwa berdasarkan perhitungan mereka, spesifikasi makanan yang diberikan mengalami pengurangan setara 4 riyal per porsi. Mereka bahkan membeberkan foto hidangan yang diduga diberikan kepada jemaah, lengkap dengan perbandingan bobot sajian yang diterima.
“Yang mana jika dikalkulasi ke rupiah, maka potensi kerugian negara terhadap pengurangan spesifikasi konsumsi itu sekitar Rp 255 miliar,” kata Wana.
Laporan ICW ini membuka kembali diskusi publik tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji, yang selama ini diibaratkan sebagai “tabungan suci” milik umat. Publik kini menunggu langkah KPK dalam menyelidiki tuduhan yang terbilang sensitif ini, mengingat dana tersebut menyangkut kepentingan ibadah jutaan umat Muslim Indonesia.






