Mendikti Buka Suara Terkait Desakan DO bagi Perundung Timothy di Unud

Sahrul

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto akhirnya buka suara terkait desakan publik agar para pelaku perundungan terhadap mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Timothy Anugerah Putra, diberi sanksi tegas berupa drop out (DO).

Menurut Brian, pemerintah menaruh perhatian serius terhadap keamanan lingkungan pendidikan tinggi. Ia menggarisbawahi bahwa kampus seharusnya menjadi tempat belajar yang steril dari praktik intimidasi, ejekan, maupun tekanan sosial.
“Jadi intinya adalah kita ingin kampus itu ruang yang harus bebas dari pem-bully-an dan sudah ada aturan, ketentuan,” ujar Brian di rumah Presiden Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta, Minggu (19/10/2025) malam.

Brian menambahkan, setiap perguruan tinggi memiliki pedoman disiplin dan mekanisme sanksi yang jelas terhadap pelanggaran etika mahasiswa. Karena itu, pemerintah akan mendorong Universitas Udayana untuk menerapkan prosedur tersebut tanpa pandang bulu.
“Tentu nanti tim dari Universitas Udayana kami mendukung dan mendorong agar seluruh proses bisa dilakukan dengan baik ya, sesuai ketentuan yang ada,” imbuhnya.

Gelombang Desakan Publik

Kasus ini mencuat setelah kematian mahasiswa FISIP Unud, Timothy Anugerah Saputra, pada Rabu (15/10/2025), yang memicu sorotan luas masyarakat. Gelombang kemarahan publik semakin besar ketika muncul tangkapan layar percakapan bernada mengejek dari beberapa mahasiswa yang kemudian teridentifikasi sebagai pengurus organisasi kampus.

Sebagai respons awal, Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) FISIP Unud menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap empat pengurus. Keputusan tersebut diumumkan melalui akun resmi organisasi pada Jumat (17/10/2025). Surat pemberhentian ditandatangani oleh Ketua Umum Himapol FISIP Unud 2025, Pande Made Estu Prajanaya, bertanggal 16 Oktober 2025.

Mereka yang diberhentikan adalah:

  1. Vito Simanungkalit, Wakil Kepala Departemen Eksternal;
  2. Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama, Kepala Departemen Kajian, Aksi, Strategis, dan Pendidikan;
  3. Maria Victoria Viyata Mayos, Kepala Departemen Eksternal;
  4. Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana, Wakil Ketua Departemen Minat dan Bakat.

Dalam pernyataannya, Himapol menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada publik serta menegaskan sikap untuk tidak mentolerir perilaku yang mencederai martabat mahasiswa.

Tak Hanya Himapol

Kasus ini tak berhenti di satu organisasi. Dua pengurus lembaga mahasiswa lain juga dijatuhi sanksi serupa.
Leonardo Jonathan Handika Putra, Wakil Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP), resmi diberhentikan dari jabatannya. Surat keputusan ditandatangani oleh Ketua BEM FKP Unud, Ravarizi Rakhman.

Sementara itu, Putu Ryan Abel Perdana Tirta, Ketua Komisi II DPM FISIP Unud, juga kehilangan jabatannya. Surat pemberhentian ditandatangani oleh Ketua DPM Unud, I Putu Ariyasa.

Langkah tegas ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab kelembagaan atas perilaku anggotanya yang dinilai tidak menunjukkan empati. Namun, di sisi lain, desakan publik agar mereka di-DO masih terus menguat.

Proses Hukum dan Disiplin Kampus

Polemik ini membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana institusi pendidikan menangani kasus perundungan. Masyarakat berharap hukuman tidak berhenti pada pencopotan jabatan organisasi semata, melainkan juga menyentuh aspek akademik agar menimbulkan efek jera.

Pemerintah melalui Mendikti menegaskan, seluruh proses penanganan kasus ini akan berada di bawah kewenangan universitas. Jika terbukti melanggar tata tertib kampus, sanksi lebih berat, termasuk drop out, tidak menutup kemungkinan untuk dijatuhkan.

Kasus perundungan Timothy kini menjadi cermin besar bagi dunia pendidikan tinggi: apakah kampus benar-benar dapat menjadi rumah aman, atau justru menjadi ruang yang membiarkan kekerasan verbal tumbuh dalam diam.

Also Read

Tags