Di tengah ketegangan yang melanda Jalur Gaza, kelompok Hamas masih menahan sejumlah sandera, sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendesak organisasi militan tersebut untuk segera membebaskan para sandera. Upaya pembebasan yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir kini memasuki babak baru, dengan harapan agar krisis ini segera menemukan titik terang.
Menurut informasi yang diperoleh, ketegangan seputar pembebasan sandera semakin memuncak setelah ancaman dari Hamas pada akhir Maret 2025, yang memperingatkan bahwa jika Israel melancarkan serangan udara lebih lanjut atau mencoba membebaskan sandera dengan cara paksa, para sandera mungkin tidak akan kembali hidup. Ancaman ini menambah kompleksitas proses negosiasi yang telah berlangsung dengan berbagai dinamika.
Presiden Abbas, dalam pidato yang disampaikan pada 23 April 2025 di Ramallah, secara tegas meminta Hamas untuk menyerahkan kontrol Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina serta menyerahkan senjatanya. Lebih lanjut, Abbas meminta Hamas untuk membebaskan sandera-sandera Israel yang saat ini berada di tangan mereka dan mengubah peran mereka menjadi sebuah partai politik yang sah. “Hamas telah memberikan alasan kepada pendudukan kriminal untuk melakukan kejahatannya di Jalur Gaza, yang paling menonjol adalah menahan para sandera,” ungkap Abbas dalam pidato yang disiarkan secara luas, seperti dilaporkan oleh Al Arabiya.
Abbas menekankan bahwa tidak hanya dirinya, tetapi rakyat Palestina secara keseluruhan yang harus membayar harga atas peristiwa yang terjadi, dan dia meminta Hamas untuk menyerahkan sandera-sandera tersebut demi kepentingan rakyat Palestina. Dalam pidatonya, Abbas juga mengkritik serangan yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menurutnya memberi Israel alasan untuk meningkatkan serangan militer mereka terhadap Gaza.
Namun, Hamas tetap tegas menentang upaya Perdana Menteri Abbas untuk mencapai kesepakatan damai dengan Israel. Hamas menilai Abbas terlalu lemah dalam menghadapi tekanan dari Israel dan membalas dengan menudingnya menindak tegas kelompok-kelompok militan di Tepi Barat yang diduduki Israel. Meskipun begitu, Abbas mendesak negara-negara dunia untuk mendesak Israel agar segera mengakhiri perang di Gaza, menarik pasukannya, dan menghentikan kegiatan permukiman Yahudi yang terus berkembang.
Hamas, di sisi lain, menyatakan bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan pembebasan sandera berdasarkan kesepakatan yang lebih komprehensif, yang mencakup penghentian perang. Mereka menuntut adanya pertukaran tahanan dalam satu kesepakatan penuh, serta penarikan pasukan Israel dari Gaza. Tuntutan Hamas ini dibalas dengan penolakan keras terhadap tawaran Israel yang hanya berfokus pada pembebasan sandera sebagai imbalan bagi pelepasan tahanan Palestina dan bantuan kemanusiaan.
“Sekarang, Israel menginginkan kesepakatan parsial, yang digunakan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai kedok untuk agenda politiknya,” kata salah satu pejabat Hamas, Al-Hayya, yang merupakan kepala negosiator mereka. “Kami tidak akan terlibat dalam kebijakan ini,” tambahnya, menegaskan posisi Hamas yang lebih memilih kesepakatan menyeluruh.
Di sisi lain, Israel semakin meningkatkan tekanan terhadap Hamas. Perdana Menteri Netanyahu menginstruksikan militer Israel untuk memperkuat serangan mereka di Gaza setelah Hamas menolak tawaran gencatan senjata. “Tidak punya pilihan selain terus berjuang demi eksistensi kami, hingga menang,” tegas Netanyahu dalam pidato yang disiarkan pada 20 April 2025. Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan menyerah pada tuntutan Hamas dan akan terus berjuang hingga mereka dapat membawa pulang semua sandera yang masih ditahan.
Dalam pernyataannya, Netanyahu juga menyebut bahwa Israel sedang berada pada “tahap kritis” dalam operasi militer mereka dan menekankan perlunya kesabaran serta tekad untuk mencapai kemenangan. “Kita membutuhkan kesabaran dan tekad untuk menang,” ujarnya, meyakini bahwa perjuangan ini akan membawa mereka pada kemenangan meskipun harus membayar harga yang tinggi.
Dengan kedua pihak yang tetap berpegang pada posisi masing-masing, nasib sandera dan kelanjutan perang ini masih belum jelas. Upaya untuk menemukan solusi damai dan menyelamatkan nyawa sandera terus berlanjut, meskipun jalan menuju perdamaian tampaknya semakin terjal.