Pemerintah kembali menggulirkan program bantuan sosial (bansos) beras pada tahun ini. Namun, dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah penerima manfaat mengalami penyusutan. Langkah ini diambil bukan semata-mata untuk memangkas anggaran, melainkan sebagai bagian dari upaya memperkuat ketepatan sasaran agar bantuan benar-benar menyentuh mereka yang paling membutuhkan.
Pada Juni hingga Juli 2025, pemerintah berencana menyalurkan bansos beras kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Angka tersebut menurun bila dibandingkan dengan tahun 2024, di mana tercatat sebanyak 22 juta KPM menerima bantuan serupa.
Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, pengurangan jumlah penerima bukan sekadar soal angka, melainkan bagian dari proses penyempurnaan data yang lebih akurat dan tepat sasaran. Ia menggambarkan proses ini layaknya menyaring butiran beras dari sekam, agar tidak ada lagi penerima bantuan yang tidak berhak.
“Tahun lalu 22 juta penerima, sekarang masih proses verifikasi, karena kita mau semakin akurat. Jadi bukan masalah naik atau turun. Akan tetapi jangan sampai bantuan beras sampai diterima orang yang salah. Jangan sampai missed targeted,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (6/6/2025).
Komitmen Pemerintah dan Dukungan Presiden
Arief menegaskan bahwa penyaluran bansos beras kali ini telah mendapat restu langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Dari total 18,3 juta KPM yang direncanakan, sejauh ini 16,5 juta KPM telah melewati proses verifikasi.
“Bapak Presiden Prabowo sudah menyetujui berbagai program stimulus ekonomi yang salah satunya adalah bantuan pangan beras. Bantuan buat 18,3 juta penerima. Sampai rapat kemarin di Istana, jumlah penerima yang telah terverifikasi 16,5 juta,” ucapnya.
Anggaran dan Rincian Bantuan
Untuk mendukung penyaluran bantuan ini, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4,6 triliun hingga Rp 5 triliun. Setiap keluarga penerima akan memperoleh 10 kilogram beras per bulan selama masa penyaluran.
“Kita tunggu proses verifikasinya, namun paralel Badan Pangan Nasional sedang ajukan anggaran ke Kementerian Keuangan untuk bantuan pangan beras ini. Kurang lebih anggarannya sekitar Rp 4,6 sampai Rp 5 triliun, tergantung nanti penerimanya,” ujar Arief.
Upaya Stabilitas Harga Beras
Selain bertujuan membantu masyarakat miskin, program bansos beras juga menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam menjaga kestabilan pasokan dan harga pangan (SPHP). Langkah ini diibaratkan sebagai penahan gelombang di tengah lautan fluktuasi harga yang belakangan kerap terjadi, khususnya pada komoditas beras.
Arief menegaskan bahwa distribusi bantuan akan diprioritaskan ke wilayah-wilayah yang harga berasnya sudah menunjukkan gejala kenaikan signifikan.
“Wilayahnya kita utamakan daerah-daerah yang memang paling perlu. Paling perlu maksudnya yang harga berasnya sudah mulai tinggi, misalnya Papua, Maluku, Indonesia Timur itu. Termasuk daerah sentra atau tidak sentra tapi harga berasnya ada kenaikan, itu juga yang harus didahulukan,” jelas Arief.
Dengan strategi penyempurnaan data penerima serta fokus pada daerah yang paling rentan terhadap gejolak harga, diharapkan program bansos beras tahun ini benar-benar menjadi tangan penolong bagi masyarakat yang membutuhkan, sekaligus instrumen penyeimbang di pasar pangan nasional.