Dunia politik Jepang kembali diguncang kabar mengejutkan. Perdana Menteri Shigeru Ishiba resmi menyatakan pengunduran dirinya pada Minggu (7/9), meski baru kurang dari setahun menduduki kursi tertinggi pemerintahan. Keputusan ini menandai akhir singkat perjalanan politik Ishiba sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) dan kepala pemerintahan Negeri Sakura.
“Sekarang negosiasi mengenai langkah-langkah tarif AS telah mencapai kesimpulan, saya yakin ini adalah saat yang tepat,” kata Ishiba dalam konferensi pers, seperti dikutip AFP.
“Saya telah memutuskan untuk mundur dan memberi jalan bagi generasi berikutnya,” ujarnya.
Mundur Setelah Kurang dari Setahun Memimpin
Ishiba, yang berusia 68 tahun, mengambil alih kepemimpinan LDP pada September 2024 dan secara otomatis menjadi perdana menteri. Masa jabatannya semestinya berakhir hingga September 2027, namun ia memilih menyingkir lebih awal.
Langkah ini diibaratkan seperti seorang nahkoda kapal yang menyerahkan kemudi di tengah perjalanan, dengan keyakinan bahwa kapalnya akan lebih aman di tangan penerus yang lebih segar.
Tekanan Politik dan Perpecahan Internal
Media Jepang sebelumnya melaporkan bahwa Ishiba berada di bawah tekanan berat dari internal partai. Ia disebut ingin menghindari perpecahan lebih dalam di tubuh LDP setelah muncul gelombang desakan agar dirinya mundur.
Menteri Pertanian Jepang bersama seorang mantan perdana menteri dikabarkan sempat menemui Ishiba pada Sabtu (6/9) malam, mendesaknya agar secara sukarela meletakkan jabatan. Empat pejabat senior LDP, termasuk Wakil Ketua Partai Hiroshi Moriyama, bahkan sudah lebih dulu menawarkan pengunduran diri mereka pekan lalu sebagai bentuk tekanan politik.
Para pengkritik Ishiba menilai dirinya perlu bertanggung jawab atas hasil pemilu majelis tinggi pada Juli lalu yang tidak sesuai harapan. Tokoh senior berpengaruh, Taro Aso, mantan perdana menteri berusia 84 tahun, turut mendukung langkah pengunduran diri Ishiba.
Persaingan Suksesi: Munculnya Sanae Takaichi
Setelah Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya, perhatian publik langsung tertuju pada siapa yang akan menggantikan posisinya. Salah satu pesaing kuat adalah Sanae Takaichi, seorang politisi yang dikenal sebagai nasionalis garis keras. Ia secara terbuka menyatakan akan mencalonkan diri untuk memimpin partai sekaligus mengisi kursi perdana menteri.
Dengan mundurnya Ishiba, LDP menghadapi dinamika baru. Partai yang hampir tanpa henti memerintah Jepang sejak 1955 itu kini ditantang untuk membuktikan ketangguhan menghadapi guncangan politik dan hilangnya kepercayaan publik.
Ketidakpuasan Publik dan Tantangan Ekonomi
Popularitas LDP belakangan merosot akibat berbagai persoalan domestik. Warga Jepang menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama beras, yang membuat biaya hidup semakin menekan. Penurunan standar kesejahteraan masyarakat dan serangkaian skandal korupsi di dalam tubuh partai turut memperdalam jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa.
Sebagian pemilih bahkan memilih melirik kelompok oposisi baru, termasuk Sanseito, partai populis yang dianggap sebagai alternatif bagi mereka yang kecewa pada LDP.
Babak Baru Politik Jepang
Pengunduran diri Ishiba tidak hanya menutup satu lembar perjalanan politik pribadi, tetapi juga membuka babak baru dalam panggung demokrasi Jepang. Keputusan tersebut sekaligus menjadi sinyal bahwa bahkan pemimpin sekaliber perdana menteri pun tidak kebal terhadap badai politik yang bertiup dari dalam partainya sendiri.
Kini, Jepang memasuki fase transisi kepemimpinan. Pertanyaan besar pun muncul: apakah penerus Ishiba mampu memulihkan kepercayaan publik dan membawa stabilitas, atau justru menghadapi gelombang ketidakpuasan yang lebih besar?