Polisi Ungkap Motif di Balik Penembakan Acara Hanukkah di Pantai Bondi

Sahrul

Aksi penembakan massal yang mengguncang Pantai Bondi, Sydney, Australia, pada Minggu (14/12), perlahan membuka tabir kelam di baliknya. Insiden yang terjadi di tengah perayaan Hanukkah komunitas Yahudi itu kini disebut memiliki benang merah dengan ideologi ekstrem ISIS. Aparat keamanan Australia menilai serangan tersebut bukan sekadar tindakan kriminal spontan, melainkan buah dari paham radikal yang tumbuh dalam senyap.

Dua pelaku penembakan diketahui merupakan ayah dan anak, Sajid Akram (50) dan Naveed Akram (24). Mereka melepaskan tembakan saat acara keagamaan berlangsung, mengubah suasana perayaan menjadi kepanikan massal. Total 16 orang dilaporkan tewas, termasuk Sajid Akram sendiri.

Sajid meninggal dunia setelah terlibat baku tembak dengan polisi yang segera merespons kejadian tersebut. Sementara itu, Naveed Akram berhasil diamankan dan kini berada dalam tahanan dengan status perawatan medis di rumah sakit.

Kepolisian New South Wales menyebut aksi ayah dan anak itu dilatarbelakangi dorongan ideologis yang kuat. Menurut aparat, keduanya bertindak karena “didorong oleh ideologi ISIS.” Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa serangan tersebut berakar pada paham ekstremisme global yang terus menjalar lintas negara.

Temuan terbaru aparat pada Selasa (16/12) semakin menguatkan dugaan tersebut. Polisi mengungkap bahwa kendaraan yang digunakan para pelaku—yang tercatat atas nama Naveed Akram—berisi sejumlah alat peledak rakitan serta dua bendera ISIS. Barang-barang tersebut menjadi simbol sekaligus bukti awal arah keyakinan ekstrem yang diyakini memotivasi serangan.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menanggapi temuan tersebut dengan nada tegas. Ia menilai keberadaan atribut ISIS itu bukan sekadar ornamen, melainkan cerminan masalah yang lebih besar.

Menurut Albanese, bendera-bendera tersebut menunjukkan bahwa “penyimpangan radikal dari Islam benar-benar merupakan masalah” baik di Australia maupun di berbagai belahan dunia. Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa aksi penembakan tersebut memang terinspirasi oleh ideologi ekstrem ISIS.

Dikutip CNN, Albanese mengungkap bahwa Naveed Akram sebenarnya bukan nama baru bagi aparat intelijen. Putra Sajid itu pernah berada dalam radar badan intelijen Australia selama enam bulan karena relasinya dengan individu tertentu yang kemudian dipenjara. Namun, penyelidikan pada saat itu tidak menemukan bukti kuat bahwa Naveed telah teradikalisasi.

Setelah penyelidikan tersebut ditutup, Naveed tidak lagi berada dalam pengawasan ketat aparat. Kini, seiring terjadinya tragedi di Bondi, pihak berwenang tengah menelusuri kemungkinan bahwa proses radikalisasi justru berkembang setelah pengawasan itu dihentikan, seperti bara api yang semula redup lalu kembali menyala.

Sementara itu, sang ayah, Sajid Akram, juga ternyata pernah tersentuh proses penyelidikan. Pada 2019, ia sempat diwawancarai aparat sebagai bagian dari investigasi terpisah. Namun, pada saat itu, Sajid juga tidak menunjukkan indikasi atau gejala radikalisme.

Fakta-fakta tersebut membuat aparat kini berfokus pada periode waktu yang lebih baru. Polisi tengah menyelidiki riwayat perjalanan Sajid dan Naveed ke Filipina yang dilakukan sekitar satu bulan sebelum insiden penembakan. Penelusuran ini dilakukan untuk memahami titik balik yang mungkin menjadi awal perubahan ideologi keduanya.

Otoritas Filipina telah mengonfirmasi kepada CNN bahwa keluarga Akram tiba di negara tersebut pada 1 November lalu. Dalam dokumen perjalanan, mereka mencantumkan Davao sebagai tujuan akhir. Kota besar di selatan Pulau Mindanao itu dikenal sebagai wilayah dengan sejarah panjang konflik dan aktivitas kelompok bersenjata.

Mindanao sendiri merupakan pulau terbesar kedua di Filipina dan telah lama menjadi panggung pergolakan keamanan. Kawasan ini dikenal sebagai tempat beroperasinya sejumlah kelompok pemberontak Islamis, termasuk Abu Sayyaf. Kelompok tersebut kerap dituding bertanggung jawab atas serangan terhadap warga sipil dan aparat keamanan Filipina, serta sejumlah kasus penculikan warga negara asing.

Kini, penyelidikan lintas negara tengah dilakukan untuk merangkai kepingan demi kepingan informasi. Aparat berupaya menjawab pertanyaan besar: bagaimana dua warga Australia, ayah dan anak, bisa terseret arus ideologi ekstrem hingga berujung pada tragedi berdarah di jantung ruang publik Sydney.

Also Read

Tags