Presiden Rusia Vladimir Putin disebut telah merancang arahan khusus bagi delegasi resmi negaranya yang hadir dalam putaran baru pembicaraan dengan Ukraina di Turki. Arahan itu diberikan langsung kepada para utusan yang ditugaskan sebagai perwakilan resmi Moskow, menandakan betapa seriusnya Kremlin dalam menyikapi proses negosiasi tersebut.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Delegasi Rusia, Vladimir Medinsky, yang juga merupakan tangan kanan Putin dalam berbagai isu strategis. Dikutip dari CNN pada Jumat (16/5/2025), Medinsky memaparkan bahwa sehari sebelumnya, tepatnya Kamis (15/5), Presiden Putin mengadakan sebuah pertemuan tertutup guna mematangkan posisi Rusia menjelang perundingan.
“Kami menganggap negosiasi ini sebagai kelanjutan dari proses perdamaian di Istanbul, yang sayangnya, dihentikan oleh pihak Ukraina tiga tahun lalu,” katanya.
Pernyataan tersebut mengacu pada negosiasi yang sempat berlangsung pada 2022 di Istanbul, namun terhenti di tengah jalan. Kini, dengan babak baru yang digelar di Turki, Rusia tampak ingin kembali menjemput asa perdamaian yang tertunda.
Medinsky menekankan bahwa tim yang hadir telah melalui proses penyaringan ketat dan disetujui langsung oleh Presiden Putin. Delegasi ini, menurutnya, memiliki kapasitas penuh serta otoritas untuk menjalankan misi negosiasi dengan independensi dan kepercayaan diri yang tinggi.
“Delegasi kami disetujui oleh Presiden dan memiliki semua ‘kompetensi dan wewenang yang diperlukan untuk melakukan negosiasi‘,” tegasnya.
Lebih lanjut, Medinsky menyampaikan bahwa pendekatan yang digunakan Rusia dalam perundingan kali ini bersifat konstruktif. Mereka tidak sekadar hadir untuk membuka dialog, melainkan untuk menyusun fondasi dari sebuah perdamaian yang tidak rapuh. Tujuan utamanya, ujar Medinsky, adalah untuk melenyapkan akar-akar konflik yang telah lama menyulut pertentangan kedua negara.
“Tujuan perundingan ini adalah untuk membangun perdamaian jangka panjang dan menghilangkan akar penyebab dasar konflik,” lanjut Medinsky.
Dengan delegasi yang diibaratkan sebagai anak panah yang dilepas langsung dari busur sang pemimpin tertinggi, Rusia kini kembali meniti jalan diplomasi. Pertanyaannya, apakah Ukraina siap menyambut langkah ini dengan tangan terbuka? Ataukah babak baru ini akan kembali terhenti di tengah jalan, seperti deja vu sejarah tiga tahun lalu?