Sekrup Jadi Penghalang, Begini Cerita Gagalnya Produksi Mac Apple di AS

Sahrul

Presiden Amerika Serikat saat itu—untuk membawa pulang proses perakitan iPhone ke tanah kelahirannya sendiri sempat menuai sorotan besar. Namun impian tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang sukar direalisasikan. Salah satu cermin kegagalan dari ambisi itu pernah terjadi pada dekade lalu.

Tepatnya pada tahun 2012, Apple memulai proyek perakitan Mac Pro—komputer desktop premium dengan desain silinder futuristik yang sempat dijuluki menyerupai “tong sampah”—di dalam negeri Amerika Serikat. Ini menjadi tonggak sejarah sebagai kali pertama Apple tidak memproduksi perangkat komputernya di kawasan Asia, seperti Tiongkok atau Vietnam.

Namun, alih-alih membuahkan keberhasilan besar, proyek ini justru berjalan tersendat. Hambatannya datang dari hal yang tak terduga: komponen kecil yang bernama sekrup. Ya, satu bagian mungil ini justru menjadi batu sandungan besar dalam rantai manufaktur Mac Pro versi lokal.

Menurut laporan dari The New York Times, Apple bergantung pada perusahaan berskala mikro dengan tenaga kerja hanya sekitar 20 orang untuk memasok sekrup-sekrup yang dibutuhkan. Sayangnya, kemampuan produksi perusahaan ini sangat terbatas, hanya mampu menghasilkan sekitar seribu unit sekrup per hari—jumlah yang jauh dari cukup untuk mendukung laju produksi sebuah raksasa teknologi.

Desain Mac Pro yang unik mengharuskan Apple menggunakan jenis sekrup yang tidak umum, membuat pencarian pemasok dalam negeri menjadi sangat menantang. Apple pun akhirnya kembali melirik Tiongkok untuk memenuhi kebutuhan tersebut sambil tetap membuka peluang bekerja sama dengan produsen lokal.

Mereka pun menemukan Caldwell Manufacturing of Lockhart, sebuah perusahaan Amerika yang lebih mumpuni dalam hal kapasitas produksi—mampu menyuplai hingga 28 ribu sekrup setiap hari. Meski begitu, jalan menuju pemenuhan spesifikasi Apple tetap tidak mulus. Caldwell harus mengganti peralatan produksi mereka dengan mesin cetak baru yang lebih akurat dan modern.

Padahal, jika dibandingkan, sekrup buatan Tiongkok memiliki kualitas setara—bahkan bisa jadi lebih unggul—dengan harga yang jauh lebih bersahabat. Ini menjadi dilema tersendiri dalam upaya membangun manufaktur dalam negeri.

“Sangat sulit untuk berinvestasi di tingkat (Apple) itu di Amerika, karena hal seperti itu bisa dibeli dengan sangat murah dari luar negeri,” kata Stephen Melo, pemilik dan presiden Caldwell.

Upaya Caldwell untuk memenuhi ekspektasi Apple pun sampai membuat Melo turun langsung ke lapangan, secara harfiah. Ia ikut mengantarkan sekrup pesanan menggunakan sedan pribadinya, Lexus, demi mempercepat distribusi dan menghindari keterlambatan.

Masalah tak berhenti di rantai pasok. Salah satu mantan manajer Apple mengungkap bahwa tim di Flextronic—mitra perakitan Apple di proyek Mac Pro AS—berjumlah sangat minim. Ukuran tim ini disebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan tim serupa di Tiongkok, membuat beban kerja tak sebanding dengan kapasitas sumber daya yang tersedia.

Tingginya biaya tenaga kerja di Amerika Serikat diduga menjadi alasan utama mengapa tim tersebut tak bisa diperbesar. Di sisi lain, pola kerja di pabrik-pabrik di Tiongkok yang bisa berlangsung hingga 24 jam penuh dengan sistem shift memungkinkan produktivitas maksimal, terutama saat tenggat waktu semakin dekat—sesuatu yang sulit dilakukan di Amerika karena regulasi dan kultur kerja yang berbeda.

Kisah ini menjadi gambaran nyata betapa rumitnya membangun industri manufaktur tingkat tinggi di negara maju yang memiliki struktur biaya dan ketersediaan sumber daya berbeda dari Asia. Dalam kasus Apple, bahkan sekrup kecil mampu menjungkirbalikkan rencana besar mereka.

Also Read

Tags

Leave a Comment