Stok Beras di Ritel Modern Anjlok, Diduga Akibat Tekanan Pihak Tertentu

Sahrul

Pasokan beras premium di sejumlah ritel modern semakin sulit ditemukan. Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), kondisi ini dipicu oleh berkurangnya suplai dari pemasok serta adanya kebijakan penarikan produk tertentu yang berujung pada kelangkaan.

Ketua Aprindo, Solihin, mengungkapkan bahwa mayoritas anggota asosiasi sempat diminta memberikan klarifikasi oleh pihak kepolisian. Hal tersebut terjadi karena mereka masih memasarkan beras premium yang belakangan diketahui merupakan produk campuran alias oplosan.

“Cuma memang stoknya nipis kan, otomatis. (Yang brand-brand kemarin ini, Pak?) Iya, yang brand-brand ini. Stoknya mau nipis. Kenapa? Barang nggak dikirim, stok yang ada tipis. Otomatis begitu kita di-display, habis. Saya peritel punya anggota 54 ribu dalam keadaan kemarin anggota saya banyak dipanggil oleh polisi. Kenapa? Ya karena menjual beras yang diumumkan, sehingga kita mengurangi lah,” ujar Solihin saat ditemui di Lippo Mal Nusantara, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).

Meski tidak menyebut jumlah pasti pelaku usaha ritel yang diperiksa, Solihin menegaskan jumlahnya lebih dari satu pihak. Kini, perlahan-lahan stok kembali disuplai, termasuk beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pasar mulai pekan depan.

“Iya (stok beras premium), karena begini, stok beras premium pada saat ini banyak produsen yang sudah tidak memproduksi lagi. Lebih dari satu, kalau saya bilang banyak lebih dari satu lah,” tambahnya.

Kebijakan penarikan beras oplosan disebut bukan berarti pemerintah ingin ritel berhenti menjual beras sama sekali. Namun, beberapa pemerintah daerah menginstruksikan agar merek-merek yang masuk daftar bermasalah segera ditarik dari rak penjualan.

Menurut Solihin, langkah aparat kepolisian yang memintai keterangan dari para pengusaha ritel menimbulkan rasa tidak nyaman di kalangan pelaku usaha. Alhasil, sebagian besar pedagang memilih untuk tidak memajang produk yang sedang menjadi sorotan tersebut.

“Tapi reaksi daripada teman-teman Kepolisian, memintai keterangan peritel itu juga menjadi suatu hal yang membuat kita kurang nyaman. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan produk itu tidak di-display, dan ada pemerintah daerah, provinsi loh ya, yang minta produk-produk yang disebutkan oleh Mabes Polri itu diturunkan. Nah, itu kita mau ngomong apa? Ada pemerintah daerah yang menginginkan itu (perintah untuk menarik produk beras). Ada masyarakat, yang nggak semuanya lah. Kalau saya sebut ada, pasti ada. Kita juga sebagai pedagang, nggak menginginkan kita dagang tapi nggak nyaman. Saya milih nggak dagang,” jelasnya.

Situasi ini menggambarkan hubungan yang kompleks antara pelaku usaha, otoritas penegak hukum, pemerintah daerah, dan konsumen. Meski distribusi beras premium diperkirakan kembali normal pekan depan, para pelaku ritel masih dihadapkan pada dilema antara menjaga kenyamanan berjualan dan mematuhi regulasi yang berlaku.

Also Read

Tags