Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan penting bagi masyarakat terkait tingginya indeks sinar ultraviolet (UV) di sejumlah wilayah Indonesia pada Rabu (15/10/2025). Fenomena ini mencapai titik ekstrem pada rentang waktu pukul 10.00–11.00 WIB, yang ditandai dengan dominasi warna ungu dan merah pada peta indeks UV nasional.
Dari unggahan resmi BMKG di Instagram, warna ungu dan merah mulai tampak sejak pukul 09.00 WIB, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Seiring waktu, paparan radiasi itu meluas hingga ke bagian barat. Tepat pukul 10.00 WIB, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Pulau Jawa masuk dalam zona ungu yang menandakan paparan sinar UV dalam kategori ekstrem. Sedangkan wilayah Sumatra dan Indonesia Timur tercatat berada dalam rentang merah, oranye, hingga kuning. Menjelang sore, sekitar pukul 14.00 WIB, intensitas radiasi mulai melandai dan benar-benar mereda sekitar pukul 17.00 WIB.
BMKG dalam situs resminya menjelaskan bahwa sinar UV merupakan bentuk radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 100 hingga 400 nanometer. Ia tak kasat mata, lebih pendek dari cahaya tampak namun lebih panjang dibandingkan sinar-X. Sejumlah faktor alam seperti posisi matahari, lokasi geografis, kondisi awan, keberadaan lapisan ozon, hingga pantulan dari permukaan bumi, menjadi penentu seberapa kuat intensitas radiasi UV yang diterima.
“Indeks UV adalah angka tanpa satuan untuk menjelaskan tingkat paparan radiasi sinar ultraviolet yang berkaitan dengan kesehatan manusia. Dengan mengetahui UV index, kita bisa memantau tingkat sinar ultraviolet yang bermanfaat dan yang dapat memberikan bahaya,” tulis Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri merupakan Unit Pelaksana Teknis BMKG, dikutip Rabu (15/10/2025).
Ungu: Tanda Bahaya Ekstrem
Indeks UV berwarna ungu menandakan risiko ekstrem terhadap kesehatan. Paparan langsung pada jam tersebut ibarat berada di bawah kaca pembesar yang membiaskan panas matahari secara intens, membuat kulit dan mata rentan rusak hanya dalam hitungan menit. Oleh karena itu, BMKG menekankan pentingnya perlindungan diri:
- Menghindari paparan sinar matahari mulai pukul 10.00 hingga 16.00 WIB.
- Berteduh saat siang terik.
- Mengenakan pakaian pelindung, topi lebar, dan kacamata hitam anti-UV.
- Menggunakan tabir surya SPF 30+ setiap dua jam, bahkan saat berawan.
- Waspadai pantulan sinar UV dari permukaan cerah seperti pasir, air, atau salju buatan.
Sementara itu, warna merah menunjukkan risiko sangat tinggi, sedangkan oranye menggambarkan bahaya tinggi. Untuk kedua kategori ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap melindungi diri secara optimal—baik dengan membatasi aktivitas luar ruangan maupun mengenakan pelindung yang memadai.
Teriknya Jabodetabek dan Faktor Penyebab
Beberapa hari terakhir, masyarakat di Jabodetabek dan sejumlah daerah Indonesia mengeluhkan suhu panas yang menusuk kulit. Fenomena ini bukan tanpa sebab. Menurut Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, penguatan Monsun Australia berperan besar dalam membawa udara kering dan hangat yang memangkas pembentukan awan.
“Kondisi ini diperkuat oleh posisi gerak semu matahari yang saat ini berada sedikit di selatan ekuator, sehingga penyinaran matahari menjadi lebih kuat di wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Jabodetabek,” katanya.
“Memasuki bulan Oktober, posisi gerak semu matahari berada di sekitar ekuator dan bergerak ke arah selatan. Kondisi ini menyebabkan intensitas radiasi matahari di wilayah Indonesia, terutama bagian tengah dan selatan, berada pada tingkat maksimum yang turut meningkatkan suhu udara di permukaan,” jelasnya.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, juga menuturkan bahwa fenomena ini berakar pada dinamika musiman khas wilayah selatan khatulistiwa, yang memang mencapai suhu puncak pada Oktober.
“Ditambah siklus subseasonal / fenomena MJO fase subsiden yang menekan pembentukan awan di wilayah Indonesia,” ujar Ardhasena.
Sampai Kapan Cuaca Panas Bertahan?
Durasi kondisi panas ekstrem ini tak seragam di setiap daerah. Menurut Andri, situasinya sangat tergantung pada kapan musim hujan mulai masuk di masing-masing wilayah.
“Kondisi udara panas ini diperkirakan masih berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025 tergantung pada waktu masuknya awal musim hujan di masing-masing wilayah Indonesia,” ucap Andri.
Ia pun mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga kebugaran tubuh, memenuhi kebutuhan cairan, serta menghindari aktivitas luar ruangan terlalu lama di bawah terik siang.
“Tetap waspada terhadap potensi hujan disertai petir dan angin kencang pada sore atau malam hari. Selalu perbarui informasi melalui laman resmi BMKG atau aplikasi Info BMKG yang tersedia di Play Store dan App Store,” kata Andri.
Langit Cerah, Panas Menggigit
Salah satu pemicu meningkatnya suhu siang adalah minimnya tutupan awan. Andri menyebut, kelembapan udara yang rendah di lapisan bawah atmosfer membuat awan hujan sulit terbentuk.
“Ini menyebabkan cuaca terasa lebih panas dan terik pada siang hari,” ujarnya.
“Namun, pada sore hingga malam hari masih berpotensi terjadi hujan lokal akibat aktivitas konvektif,” sambungnya.
Fenomena ini mencerminkan pola peralihan musim, di mana langit cerah di pagi hingga siang hari bergantian dengan potensi hujan di sore atau malam. Bila awan hujan terbentuk di siang hari, suhu maksimum cenderung mereda. Namun jika langit bersih tanpa awan, panas terasa menggigit.
“Cuaca cerah terjadi karena tutupan awan yang sedikit, sehingga radiasi matahari mencapai permukaan bumi secara optimal dan membuat suhu udara terasa lebih panas pada siang hari,” terang Andri.
Meski begitu, hujan masih menjadi penyeimbang alami atmosfer Indonesia.
“Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat tercatat di beberapa wilayah Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Kehadiran hujan membantu menyeimbangkan kondisi atmosfer pada malam hingga dini hari,” katanya.
Artikel ini menguraikan situasi panas ekstrem yang sedang melanda Indonesia dengan menggunakan perumpamaan dan penjelasan mendalam, serta mempertahankan kutipan asli BMKG sebagai rujukan utama.