Usaha Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan buronan kasus e-KTP, Paulus Tannos, ke meja hijau di Tanah Air tak semudah membalik telapak tangan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan buron pada 2021, upaya hukum untuk memulangkan Tannos dihadapkan pada lika-liku panjang. Kini, setelah berhasil ditangkap di Singapura awal tahun ini, Tannos justru memilih bertahan dan enggan kembali secara sukarela.
Paulus Tannos ditangkap otoritas Singapura pada Januari 2025, menyusul permintaan resmi dari pemerintah Indonesia. Namun, alih-alih pasrah menjalani proses ekstradisi, Tannos justru mengajukan perlawanan lewat jalur hukum dengan meminta penangguhan penahanan.
“Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi PT (Paulus Tannos) saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo, Senin (2/6).
Langkah Tannos ini ibarat benteng terakhir untuk menunda pemulangannya ke Indonesia. Widodo menyebut bahwa buronan kasus mega korupsi itu kini sedang mencoba meyakinkan pengadilan Singapura agar menunda penahanannya.
“Saat ini PT tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura,” tambah Widodo.
Namun, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Melalui Kejaksaan Singapura, upaya untuk mematahkan permohonan Tannos terus digencarkan. Otoritas hukum di sana mewakili kepentingan Indonesia untuk melawan segala bentuk manuver hukum dari Tannos.
“Pihak AGC (Attorney-General’s Chambers) Singapura, atas permintaan pemerintah Indonesia, terus berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap permohonan PT tersebut,” sambungnya.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengajukan permohonan resmi ekstradisi sejak 20 Februari 2025. Bahkan dokumen tambahan yang dibutuhkan telah dilengkapi dan diserahkan ke pihak Singapura pada 23 April lalu. Sidang awal terkait ekstradisi pun telah ditetapkan waktunya.
“Saat ini PT (Paulus Tannos) masih ditahan dan committal hearing telah dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025,” ungkap Widodo.
Sementara itu, KPK tak tinggal diam. Mereka terus menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Hukum dan HAM agar proses penegakan hukum berjalan tanpa hambatan.
“KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berprogres dengan berkolaborasi bersama pemerintah Singapura, dan KPK akan berkoordinasi dengan Kemenkum tentunya dan kita semua juga tentunya menginginkan bahwa proses-proses penanganan ataupun penegakan hukum tindak pidana korupsi dapat berjalan secara efektif,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, juga angkat bicara terkait permintaan penangguhan penahanan oleh Paulus Tannos. Menurutnya, hingga kini, upaya tersebut belum mendapat lampu hijau dari pengadilan.
“Proses tuntutan ekstradisi masih berjalan. Terinformasi pengajuan penangguhan Tannos belum disetujui,” ujar Setyo, Senin (2/6).
Lebih lanjut, Setyo menegaskan bahwa lembaganya terus mengawasi proses hukum yang berjalan di Singapura. Komunikasi lintas negara antara KPK dan Kemenkum juga tetap dijaga agar tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh Tannos.
“KPK dan Kementerian Hukum masih memantau proses di Singapura. Sampai hari ini masih intens komunikasi antarpemerintah,” pungkas Setyo.
Upaya penegakan hukum terhadap Paulus Tannos tak ubahnya seperti permainan catur internasional: penuh strategi, tekanan diplomatik, dan taktik hukum dari kedua belah pihak. Sementara KPK terus mengasah siasat, bola kini ada di tangan pengadilan Singapura yang akan menentukan babak selanjutnya.