Presiden Venezuela Nicolas Maduro membawa eskalasi ketegangan dengan Amerika Serikat ke panggung internasional. Melalui jalur diplomasi, Maduro meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bersikap tegas dan mengecam tindakan militer Amerika Serikat (AS) yang belakangan berlangsung di kawasan Karibia. Langkah ini diambil di tengah situasi geopolitik yang kian memanas, di mana tekanan militer dan politik dirasakan Caracas semakin menyesakkan.
Permintaan tersebut disampaikan Maduro dalam sebuah surat resmi yang dibacakan oleh Menteri Luar Negeri Venezuela, Yvan Gil, pada Senin (22/12). Dalam surat itu, Maduro menilai aktivitas militer AS di perairan Karibia telah melampaui batas dan harus segera dihentikan karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Maduro secara khusus menyoroti Operation Southern Spear yang dijalankan oleh AS. Operasi militer tersebut disebutnya sebagai bentuk tekanan bersenjata yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan skala dan kekuatan yang dinilai mengancam stabilitas kawasan. Pengerahan unsur angkatan laut dan udara, termasuk kapal selam bertenaga nuklir di perairan lepas pantai Venezuela, dipandang sebagai sinyal intimidasi terbuka terhadap negaranya.
Tak hanya itu, Maduro juga mengeluhkan dampak langsung operasi tersebut terhadap aktivitas sipil. Ia menilai sejumlah kapal nonmiliter turut menjadi sasaran, sehingga memperbesar risiko kemanusiaan di wilayah yang seharusnya bebas dari konflik bersenjata.
Pemerintah Venezuela menegaskan bahwa tindakan AS mencerminkan pelanggaran yang bersifat sistematis terhadap hukum internasional. Dalam pandangan Caracas, Washington telah mengabaikan sejumlah instrumen hukum global, mulai dari Piagam PBB, Konvensi Jenewa 1949, hingga Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Venezuela tidak melakukan tindakan yang membenarkan intimidasi militer semacam ini,” demikian pernyataan Maduro dalam suratnya.
Surat tersebut dikirimkan ke markas besar PBB pada saat tekanan politik dan militer dari Presiden AS Donald Trump terus meningkat. Langkah Washington dinilai bukan sekadar unjuk kekuatan, melainkan upaya mengepung Venezuela dari berbagai arah, baik laut maupun udara.
Trump dalam beberapa waktu terakhir melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di kawasan Karibia dengan dalih operasi pemberantasan narkoba. Namun, operasi tersebut diklaim telah menewaskan puluhan orang dan menuai kecaman keras dari Maduro, yang menyebutnya sebagai tindakan agresi terselubung.
Tekanan semakin diperketat setelah Trump memerintahkan penerapan blokade total terhadap kapal-kapal minyak yang keluar masuk Venezuela. Selain itu, AS juga mengerahkan pasukan Angkatan Udara ke Ekuador, negara yang secara geografis berada sangat dekat dengan wilayah Venezuela, memperkuat kesan pengepungan militer di kawasan tersebut.
“Venezuela sepenuhnya dikepung oleh armada terbesar yang pernah dikumpulkan dalam sejarah Amerika Selatan. Armada ini akan terus membesar dan guncangan yang akan dialami Venezuela akan sangat dahsyat, sampai mereka mengembalikan semua minyak, tanah, dan aset lainnya yang mereka curi dari kita,” tulis Trump di Truth Social.
Dengan membawa persoalan ini ke PBB, Maduro berharap komunitas internasional tidak tinggal diam. Venezuela berupaya menjadikan forum global tersebut sebagai penyeimbang kekuatan, sekaligus benteng terakhir untuk menahan tekanan militer yang dinilai semakin agresif dan mengancam kedaulatan negaranya.






