Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan kejutan besar bagi sektor pertambangan nasional. Dalam kunjungan resminya ke Bangka Belitung, Prabowo secara simbolis menyerahkan enam fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) hasil sitaan dari kasus korupsi Tata Niaga Timah kepada PT Timah Tbk (TINS). Langkah ini bukan sekadar seremonial, melainkan sinyal tegas bahwa pemerintahan barunya ingin mengembalikan kejayaan sumber daya alam Indonesia kepada negara.
Namun, dari balik proses serah terima itu, muncul sebuah penemuan yang mengejutkan: tumpukan mineral berharga logam tanah jarang (rare earth element) serta ingot timah atau bongkahan logam hasil pemurnian. Temuan ini seolah menjadi “peti harta karun” yang tak disangka, memperlihatkan potensi kekayaan alam Indonesia yang selama ini tersembunyi di bawah lapisan tanah Bangka Belitung.
“Di tempat-tempat smelter itu kita lihat sudah ada tumpukan tanah jarang dan juga ingot-ingot timah (bongkahan logam),” terang Prabowo, di Bangka Belitung, Senin (6/10/2025).
Prabowo menjelaskan bahwa logam tanah jarang yang ditemukan tersebut belum terurai atau diproses lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa kandungan di dalamnya mengandung mineral monasit, sebuah unsur penting yang banyak digunakan dalam industri teknologi tinggi seperti pembuatan baterai, turbin angin, hingga perangkat elektronik canggih.
Menurut perhitungan kasar Prabowo, nilai ekonomi logam tanah jarang ini sangat fantastis.
“Padahal total (yang) ditemukan puluhan ribu ton mendekati 40.000 ton,” tegas Prabowo.
Jika dikonversi, satu ton monasit bisa mencapai nilai hingga US$200 ribu, atau setara dengan lebih dari Rp3,3 miliar (dengan asumsi kurs Rp16.543 per dolar AS). Bila dikalikan dengan jumlah cadangan yang disebutkan mencapai puluhan ribu ton, maka total nilai ekonominya diperkirakan mencapai Rp132,40 triliun. Nilai ini menjadi semacam “hadiah raksasa” bagi PT Timah Tbk — bukan hanya dalam bentuk aset fisik, tetapi juga potensi strategis yang dapat memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global logam penting dunia.
Selain menyerahkan smelter tersebut, Prabowo juga menyinggung persoalan serius yang selama ini menjerat industri pertambangan dalam negeri, yakni praktik korupsi dan penambangan ilegal. Ia mengungkapkan bahwa negara telah menanggung kerugian hingga Rp300 triliun akibat ulah enam perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran hukum di sektor ini.
Presiden menegaskan, pemerintahan ke depan tidak akan tinggal diam. Ia menginstruksikan seluruh jajaran aparat penegak hukum, mulai dari TNI, Polri, Kejaksaan Agung hingga Bea Cukai, untuk menindak tegas segala bentuk praktik pertambangan liar dan penyelundupan hasil tambang yang selama ini merugikan negara.
“Ke depan berarti berarti ratusan triliun itu bisa kita selamatkan untuk rakyat kita. Jadi saya sampaikan penghargaan kepada Jaksa Agung kepada pejabat-pejabat semuanya. Jadi ini suatu bukti bahwa pemerintah serius, kita sudah bertekat untuk membasmi penyelundupan, membasmi illegal mining, membasmi semua yang melanggar hukum. Kita tegakkan dan kita tidak perlu siapa-siapa yang ada di sini,” tegas Prabowo.
Pernyataan Prabowo tersebut mencerminkan komitmen besar dalam menegakkan kedaulatan sumber daya alam nasional. Ia ingin memastikan bahwa setiap hasil bumi Indonesia, terutama komoditas strategis seperti timah dan logam tanah jarang, benar-benar dikelola untuk kemakmuran rakyat — bukan segelintir pihak yang menyelewengkan keuntungan pribadi.
Langkah pengalihan enam smelter kepada PT Timah Tbk juga membuka babak baru bagi BUMN tambang tersebut. Dengan dukungan pemerintah, TINS kini memiliki peluang untuk mengembangkan hilirisasi logam tanah jarang — sebuah sektor yang sedang diburu oleh banyak negara maju. Jika potensi ini dikelola secara profesional, bukan tidak mungkin TINS akan menjadi pemain utama di pasar global logam langka, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai “lumbung mineral strategis dunia.”
Penyerahan ini tak ubahnya seperti menemukan emas di bawah abu — simbol kebangkitan sektor tambang nasional setelah lama terpuruk oleh praktik korupsi dan eksploitasi ilegal. Dengan nilai fantastis Rp132,40 triliun, keputusan Prabowo bukan hanya menyelamatkan aset negara, tetapi juga membuka lembaran baru bagi perjalanan industri timah Indonesia menuju kemandirian dan kemakmuran yang berkelanjutan.