Kebakaran besar yang melanda kawasan hunian padat di Hong Kong pada Rabu (26/11) meninggalkan duka mendalam bagi Indonesia. Dua warga negara Indonesia (WNI) dipastikan menjadi korban jiwa dalam musibah yang membakar tujuh blok apartemen di Wang Fuk Court, Tai Po. Insiden yang berlangsung cepat bak lidah api yang tak terkendali itu juga menewaskan puluhan orang dan membuat ratusan lainnya hilang.
Menurut otoritas setempat, total 44 orang tewas dalam kejadian tersebut. Sementara itu, lebih dari 45 orang dalam kondisi kritis, 279 dilaporkan belum ditemukan, dan sekitar 900 orang terpaksa mengungsi demi menghindari bahaya. Kebakaran ini menjadi salah satu peristiwa paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir di Hong Kong—wilayah yang dikenal memiliki gedung-gedung hunian menjulang dan padat layaknya hutan beton.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong langsung bergerak cepat memantau situasi. KJRI menjalin koordinasi erat dengan Hong Kong Police Force (HKPF) untuk memastikan kondisi terbaru para WNI yang tinggal di area terdampak.
“Hingga saat ini, 2 (dua) orang WNI dinyatakan meninggal dunia dan 2 (dua) orang lainnya mengalami luka-luka,” demikian pernyataan resmi KJRI Hong Kong yang diterima CNNIndonesia.com pada Kamis (27/11).
Pernyataan itu disusul dengan penegasan, “Semua korban merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik.”
Pihak KJRI telah menghubungi keluarga para korban untuk memberikan informasi akurat mengenai kondisi mereka serta menjelaskan prosedur penanganan selanjutnya. Komunikasi intensif juga dilakukan dengan otoritas Hong Kong dan agen ketenagakerjaan yang menaungi para pekerja tersebut. Koordinasi ini meliputi pengurusan pemulangan jenazah, penyaluran hak-hak yang melekat pada para Pekerja Migran Indonesia (PMI), hingga proses pendampingan bagi mereka yang selamat.
Dalam keterangan tertulisnya, KJRI menegaskan bahwa mereka terus mengikuti perkembangan situasi dari dekat serta memastikan kebutuhan warga Indonesia yang terdampak dapat terpenuhi.
“Termasuk penyediaan tempat singgah sementara dan logistik pada gedung KJRI Hong Kong,” lanjut KJRI.
Kebakaran Disebut Salah Satu yang Terburuk dalam Dekade Terakhir
Kebakaran di Wang Fuk Court terjadi pada siang hari saat beberapa gedung di kompleks itu tengah mengalami renovasi. Perancah bambu—yang biasa digunakan dalam pengerjaan konstruksi di Hong Kong—terlihat mengelilingi sejumlah bangunan. Situasi ini diduga menjadi salah satu faktor penyulit evakuasi.
Penyebab kebakaran masih ditelusuri. Namun, hasil penyelidikan awal menemukan keberadaan styrofoam di dalam bangunan. Bahan tersebut, menurut petugas, sangat mudah terbakar dan berpotensi mempercepat pergerakan api di dalam blok apartemen. Styrofoam itu membuat api merambat melalui koridor, menembus unit-unit lain, dan memperluas area kebakaran dalam waktu singkat.
Tragedi ini kembali membuka diskusi mengenai standar keselamatan hunian bertingkat di Hong Kong, terutama gedung-gedung lama yang masih dalam proses renovasi. Dengan kepadatan penduduk yang tinggi, setiap insiden kebakaran di kota itu ibarat bara kecil yang dapat berubah menjadi badai api.
Hingga kini tim gabungan pemadam kebakaran dan kepolisian masih bekerja di lokasi, menelusuri puing-puing bangunan untuk mencari korban yang hilang serta menyelidiki sumber pasti penyulut kebakaran.






