Musibah tanah longsor melanda kawasan pertambangan di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, dan menimbulkan korban jiwa dalam jumlah signifikan. Insiden ini menggugah aparat penegak hukum untuk segera bertindak dengan memeriksa beberapa individu yang diduga terkait, termasuk unsur manajemen tambang.
Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, menjelaskan bahwa peristiwa tragis tersebut telah merenggut belasan nyawa. Hingga kini, setidaknya enam orang dari kalangan pengelola sudah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.
“Sementara ada enam yang diperiksa dari pihak pengelola,” kata Sumarni saat dijumpai di RSUD Arjawinangun, Kabupaten Cirebon.
Meskipun proses investigasi tengah berjalan, pihak kepolisian belum mengungkap secara rinci isi keterangan yang diperoleh dari para saksi yang diperiksa. Di sisi lain, seluruh korban yang ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa telah berhasil dikenali identitasnya.
“Nanti kita update ya. Semua korban sudah teridentifikasi, tinggal kita pendataan dengan pihak keluarga,” ujarnya.
Data terkini mencatat bahwa terdapat 14 orang yang menjadi korban meninggal dunia akibat longsoran tanah di wilayah Gunung Kuda, Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, 13 jenazah telah dievakuasi dan dibawa ke RSUD Arjawinangun untuk proses identifikasi serta penanganan lebih lanjut.
Kepolisian Sektor Arjawinangun, melalui Kapolsek Kompol Sumairi, menyebutkan bahwa para korban merupakan bagian dari komunitas pekerja tambang, mencakup penambang aktif dan kru yang bertugas mengangkut hasil galian.
“Korban ini ada yang penambang, ada juga yang dari awak pengangkut material,” ujar Sumairi.
Peristiwa ini menjadi pengingat kelam tentang bahaya laten di balik aktivitas pertambangan, terlebih bila tidak dibarengi dengan pengawasan ketat dan sistem keselamatan kerja yang memadai. Pihak berwenang kini tengah mendalami kemungkinan adanya kelalaian prosedur atau pelanggaran regulasi dalam pengelolaan tambang di kawasan tersebut.