Trump dan Xi Jinping Akhirnya Bertemu, Walau Hanya Beberapa Detik

Sahrul

Untuk pertama kalinya setelah enam tahun, dua sosok paling berpengaruh di dunia — Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping — akhirnya kembali bertatap muka. Momen yang sempat hanya menjadi spekulasi politik itu benar-benar terjadi di Pangkalan Udara Gimhae, Busan, Korea Selatan, Kamis (30/10), di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC.

Pertemuan ini menjadi oase di tengah gurun ketegangan diplomatik antara Washington dan Beijing, yang telah lama membara akibat perang dagang. Setelah kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, Trump berulang kali mengirim sinyal untuk membuka lembaran baru dengan China, namun baru kali ini keduanya benar-benar duduk dalam satu meja pembicaraan.

Trump, yang tengah melakukan tur Asia sejak akhir pekan lalu, sebelumnya singgah di Malaysia dan Jepang sebelum menuju Korea Selatan. Ia menyebut pertemuan dengan Xi sebagai awal yang menjanjikan untuk memperbaiki hubungan dua raksasa ekonomi dunia.

Pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam 40 menit itu digelar secara tertutup. Momen bersejarah dimulai dengan jabatan tangan singkat, simbol diplomasi yang sering diibaratkan seperti “pintu perdamaian yang terbuka hanya sekejap, namun bisa membawa angin segar bagi dunia.”

“Saya berharap pertemuan yang sangat sukses,” ujar Trump sembari memuji Xi sebagai “negosiator tangguh.”

Xi membalas dengan nada ramah, menandai pertemuan itu sebagai sinyal pergeseran dari ketegangan menuju dialog konstruktif.

Xi mengatakan kepada Trump bahwa dirinya “senang bertemu” dengan sang Presiden AS. Xi juga mencetuskan agar Beijing dan Washington DC berupaya menjadi “mitra dan sahabat”, meskipun kedua negara tidak selalu sependapat.

Lebih lanjut, Xi menekankan pentingnya tanggung jawab moral dua negara besar dalam menjaga stabilitas global.

“China dan AS dapat bersama-sama memikul tanggung jawab kita sebagai negara-negara besar dan bekerja sama untuk mencapai lebih banyak hal besar dan konkret demi kebaikan kedua negara dan seluruh dunia,” kata Xi saat pembicaraan dengan Trump dimulai.

Isu Panas di Meja Pembicaraan

Pertemuan singkat ini membawa harapan tinggi untuk meredakan perang tarif dan ketegangan dagang yang telah mengguncang perekonomian global selama berbulan-bulan. Di balik pintu tertutup, keduanya membahas isu-isu sensitif: tarif impor, ketidakseimbangan perdagangan, pembatasan ekspor, serta pengendalian peredaran fentanyl ilegal.

Selain itu, kontrol ekspor China terhadap logam tanah jarang — bahan penting untuk produksi semikonduktor dan perangkat elektronik — turut menjadi topik utama. Washington sendiri sebelumnya membatasi akses China terhadap teknologi tinggi asal AS, yang memperburuk tensi kedua negara.

Trump hadir didampingi oleh Menlu AS Marco Rubio, Menkeu Scott Bessent, dan Mendag Howard Lutnick. Di sisi lain, Xi membawa Menlu China Wang Yi, Mendag Wang Wentao, dan Wakil Perdana Menteri He Lifeng.

Meski pembicaraan berlangsung relatif singkat, hasilnya disebut cukup signifikan. Usai pertemuan, Trump langsung menaiki Air Force One dan meninggalkan Busan, sementara Xi kembali ke limusinnya. Namun di balik keheningan diplomatik itu, keduanya meninggalkan pesan bahwa dialog masih hidup.

Trump Sebut Pertemuan Berhasil

Dalam perjalanan pulang, Trump akhirnya buka suara kepada wartawan yang turut serta di dalam Air Force One.

“Saya pikir itu pertemuan yang luar biasa. Banyak hal yang kami bawa ke tahap finalisasi (dalam pembicaraan di Busan),” ujar Trump tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Trump mengungkapkan bahwa ia akan berkunjung ke China pada April tahun depan sebagai tindak lanjut pembahasan. Ia menyebut Xi sebagai “pemimpin luar biasa dari negara yang sangat kuat” dan menambahkan bahwa kunjungan balasan Xi ke AS sudah dijadwalkan.

“Saya akan pergi ke China pada April dan dia akan datang ke sini beberapa waktu setelah itu, entah itu di Florida, Palm Beach, atau Washington DC,” kata Trump.

Dalam pertemuan itu, kedua pihak disebut mencapai beberapa kesepakatan ekonomi strategis, termasuk pengurangan tarif terhadap fentanyl, serta kesepakatan tahunan mengenai pasokan logam tanah jarang.

“Semua logam tanah jarang telah diselesaikan, dan itu untuk dunia,” ujar Trump menambahkan bahwa kesepakatan itu bisa dinegosiasikan ulang setiap tahunnya.

Trump juga mengumumkan pemangkasan tarif 20 persen menjadi 10 persen untuk produk fentanyl sebagai bentuk penghargaan atas komitmen China menekan peredaran zat berbahaya tersebut.

“Mengenai fentanyl, kami sepakat bahwa dia akan bekerja sangat keras untuk menghentikan alirannya. Saya mengenakan tarif 20 persen kepada China karena masuknya fentanyl dan berdasarkan pernyataannya hari ini, saya akan menguranginya sebesar 10 persen,” ujarnya.

Selain itu, China disebut sepakat untuk meningkatkan impor kedelai dan produk pertanian Amerika Serikat dalam jumlah besar, langkah yang diharapkan dapat menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.

Xi: Capai Konsensus Bersama

Dari sisi Beijing, Xi Jinping menegaskan bahwa kedua negara telah mencapai konsensus penting di bidang ekonomi dan perdagangan, meski belum membeberkan detail kesepakatan tersebut.

“Tim ekonomi dan perdagangan kedua negara saling bertukar pandangan mendalam mengenai isu-isu ekonomi dan perdagangan yang penting dan mencapai konsensus untuk menyelesaikannya,” kata Xi membahas isi pembicaraan dengan Trump, seperti dikutip kantor berita Xinhua dan dilansir AFP.

Xi menambahkan bahwa pekerjaan lanjutan akan segera dilakukan agar kesepakatan tersebut menghasilkan dampak nyata bagi ekonomi global.

“Kedua tim harus menyempurnakan dan memfinalisasi pekerjaan lanjutan sesegera mungkin, mempertahankan dan menerapkan konsensus, serta memberikan hasil nyata untuk menenangkan perekonomian China, Amerika Serikat, dan dunia,” sebutnya.

Ia juga menegaskan pentingnya interaksi positif kedua negara di kancah internasional agar tidak terjebak dalam rivalitas yang merugikan.

Pertemuan Trump dan Xi mungkin hanya berlangsung sekejap mata, namun gema diplomatiknya berpotensi panjang. Dalam dunia politik global yang kerap berputar cepat, satu tatapan dan satu jabat tangan bisa menjadi titik balik sejarah, membuka ruang dialog di tengah perang tarif dan sanksi ekonomi yang membekukan dunia selama bertahun-tahun.

Kini, semua mata tertuju pada April 2026, ketika Trump dijadwalkan melangkah ke Beijing — mungkin untuk melanjutkan babak baru hubungan dua kekuatan terbesar di dunia.

Also Read

Tags