Universitas Harvard Gugat Pemerintahan Trump Terkait Aturan Mahasiswa Internasional

Sahrul

Universitas Harvard resmi mengajukan gugatan terhadap Presiden Amerika Serikat saat ini, Donald Trump, sebagai respons atas kebijakan pemerintah yang mencabut izin institusi tersebut untuk menerima mahasiswa dari luar negeri. Gugatan ini dilayangkan di pengadilan federal Massachusetts, menandai eskalasi konflik antara Gedung Putih dan salah satu universitas paling bergengsi di dunia.

Langkah yang diambil oleh Harvard ini bermula dari kebijakan baru yang diumumkan oleh pemerintahan Trump, yang menyasar keberadaan pelajar internasional—sebuah populasi yang membentuk sekitar seperempat dari total mahasiswa di kampus Ivy League tersebut. Kebijakan ini dianggap sebagai serangan langsung terhadap independensi akademik dan keberagaman intelektual di institusi pendidikan tinggi.

“Ini adalah tindakan terbaru pemerintah sebagai balasan yang jelas terhadap Harvard yang menjalankan hak Amandemen Pertama dengan menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan ‘ideologi’ fakultas dan mahasiswa Harvard,” tulis dokumen gugatan yang diajukan di pengadilan federal Massachusetts dilansir kantor berita AFP, Sabtu (24/5/2025).

Larangan tersebut diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, melalui surat resmi yang menyatakan bahwa izin partisipasi Harvard dalam SEVIS—sistem utama yang memungkinkan pelajar asing untuk belajar di Amerika—telah dicabut. Tanpa sertifikasi ini, mahasiswa dari luar negeri tidak dapat mendaftar maupun melanjutkan pendidikan mereka di kampus Harvard.

“Segera berlaku, sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVIS) Universitas Harvard dicabut,” tulis Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem dalam surat kepada lembaga Ivy League sebagaimana dilansir AFP, Jumat (23/5).

Kebijakan ini sontak memantik kecaman luas dari kalangan akademisi, mahasiswa, serta pemerhati pendidikan. Sekolah-sekolah di Cambridge, Massachusetts, menyatakan penolakan mereka dengan menyebut langkah tersebut sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum dan keadilan. Di tengah polemik ini, suasana kampus pun menjadi cemas; kekhawatiran akan dampak jangka panjang dari kebijakan yang dianggap sewenang-wenang ini terus bergulir.

Harvard tidak tinggal diam. Pihak universitas mengecam keputusan tersebut dan menyatakan kesiapannya untuk mempertahankan hak mereka menerima pelajar dan peneliti dari berbagai penjuru dunia.

“Kami berkomitmen penuh untuk mempertahankan kemampuan Harvard dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Lebih lanjut, mereka menilai bahwa pencabutan izin ini bukan hanya akan merugikan secara institusional, tetapi juga menjadi ancaman terhadap ekosistem pendidikan tinggi secara keseluruhan, sekaligus mencederai kontribusi ilmiah bagi bangsa.

“Tindakan pembalasan ini mengancam kerugian serius bagi komunitas Harvard dan negara kami, serta melemahkan misi akademis dan penelitian Harvard,” kata Harvard.

Sementara itu, dari sisi tenaga pengajar, kritik lebih tajam disampaikan oleh perwakilan American Association of University Professors (AAUP) cabang Harvard. Mereka menilai bahwa pemerintahan saat ini tengah menjalankan kebijakan yang menggerogoti kebebasan akademik dan berupaya menundukkan institusi pendidikan melalui tekanan politik.

“Pemerintahan Trump secara melawan hukum berusaha menghancurkan pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Sekarang mereka menuntut agar kita mengorbankan mahasiswa internasional kita dalam proses itu. Universitas tidak dapat menerima pemerasan seperti itu,” katanya.

Konflik antara pemerintah dan dunia akademik ini mencerminkan tarikan kuat antara kekuasaan politik dan otonomi intelektual. Harvard, sebagai simbol pendidikan tinggi yang independen dan terbuka terhadap keberagaman global, kini berdiri di garis depan perlawanan terhadap kebijakan yang mereka nilai mengancam kebebasan berpikir dan pertukaran ilmu lintas negara.

Also Read

Tags

Leave a Comment