Usulan Vasektomi Jadi Syarat Bansos di Jabar Dikecam Anggota DPR: Cacat Etika!

Sahrul

Kontroversi mengenai kebijakan baru yang mengusulkan vasektomi sebagai syarat bagi penerima bantuan sosial (Bansos) di Jawa Barat (Jabar) menarik perhatian banyak pihak, termasuk anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh. Pangeran mengungkapkan keberatannya terhadap usulan tersebut, yang menurutnya sangat bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam keterangannya pada Selasa (6/5/2025), Pangeran dengan tegas menilai bahwa “Bansos adalah hak konstitusional warga negara yang tidak boleh dikaitkan dengan prosedur medis yang bersifat pribadi dan permanen. Usulan tersebut tidak hanya cacat secara etika, tetapi juga menabrak prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan.”

Menurut Pangeran, meskipun vasektomi dapat digunakan sebagai metode untuk mengontrol angka kelahiran, prosedur tersebut seharusnya tetap menjadi pilihan pribadi. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa kebijakan yang mengaitkan prosedur medis ini dengan pemenuhan hak dasar seperti Bansos sangat tidak bisa diterima. “Terlebih jika vasektomi dikaitkan dengan pemenuhan hak dasar seperti bansos. Usulan seperti ini jelas melanggar HAM, karena memaksa seseorang untuk menjalani prosedur medis yang bersifat pribadi sebagai prasyarat memperoleh hak dasar,” tegas Pangeran.

Pangeran juga mengingatkan kembali pada masa Orde Baru, ketika program Keluarga Berencana (KB) dijalankan dengan tekanan administratif dan kurangnya partisipasi publik. Kebijakan tersebut, meskipun dimaksudkan untuk mengatur jumlah penduduk, akhirnya berujung pada trauma sosial yang mendalam. “Saya khawatir hal serupa bisa terulang jika pendekatan seperti ini kembali digunakan tanpa memperhatikan konteks sosial dan hak individu,” katanya.

Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa kebijakan yang menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat untuk memperoleh bantuan dari pemerintah terkesan diskriminatif, terutama bagi masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan tersebut. Pangeran menegaskan, bahwa pendekatan seperti itu tidak hanya tidak efektif, tetapi juga merendahkan martabat individu.

Kritik terhadap Program Kedisiplinan Militer di Jabar

Selain menyuarakan penentangannya terhadap usulan vasektomi, Pangeran Khairul Saleh juga mengkritisi program-program kedisiplinan berbasis militer yang mulai diterapkan di Jawa Barat. Ia menganggap kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip pendidikan yang humanis serta Konvensi Hak Anak yang harus dihormati.

Menurut Pangeran, anak-anak seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan fisik dan mental mereka secara seimbang dan holistik, bukan dalam lingkungan yang menekankan kekerasan atau kedisiplinan ekstrem. “Anak-anak harus tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mental dan fisik secara utuh, bukan ditanamkan doktrin kekerasan atau kedisiplinan ekstrem,” ujar Pangeran.

Ia lebih lanjut mengingatkan bahwa kebijakan yang mengirimkan siswa ke barak militer juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia. “Kebijakan militerisasi siswa sekolah melanggar hak-hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Artinya mengirimkan siswa ke barak militer itu juga melanggar HAM,” tambah Pangeran.

Mendorong Kajian Ulang Kebijakan Daerah

Pangeran juga menyerukan agar kebijakan yang berdampak pada moral dan masa depan generasi muda ini dikaji ulang. Menurutnya, kebijakan semacam ini harus melibatkan berbagai tokoh dan anggota legislatif dalam pembahasannya untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa melanggar hak-hak dasar mereka.

“Negara tidak boleh memperlakukan rakyatnya sebagai objek eksperimen kebijakan,” tegas Pangeran. Ia juga menekankan bahwa pemerintah daerah seharusnya fokus pada pembinaan karakter generasi muda melalui pendekatan yang lebih humanis, bukan dengan model yang represif atau cenderung pada militerisme. “Semestinya Pemda membina karakter generasi muda melalui pendekatan pendidikan humanis, bukan dengan model yang cenderung represif dan mengarah pada militerisme,” pungkas Pangeran.

Dengan latar belakang kritik-kritik yang disampaikannya, Pangeran berharap agar kebijakan yang berhubungan dengan hak asasi manusia, terutama yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, dapat dipertimbangkan dengan bijaksana dan tidak hanya berlandaskan pada kepentingan populis semata.

Also Read

Tags

Leave a Comment