Setelah berbulan-bulan upaya keras yang tak membuahkan hasil, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya berhasil membuka celah dalam blokade kemanusiaan yang menjerat Gaza. Pada Rabu, 26 Juni 2025, lembaga kesehatan global itu mencatat tonggak penting: pengiriman medis pertama sejak 2 Maret berhasil tiba di wilayah kantong tersebut, yang selama ini terperangkap dalam konflik dan kehancuran.
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam pernyataan publik yang disampaikan melalui akun X, mengonfirmasi pencapaian ini sebagai kemajuan signifikan, meskipun masih jauh dari cukup.
“WHO mengangkut ‘sembilan truk yang membawa pasokan medis penting, 2.000 unit darah, dan 1.500 unit plasma’ ke Gaza pada Rabu.”
Melintasi Jalur Risiko Tinggi Tanpa Penjarahan
Truk-truk pembawa bantuan memasuki Gaza melalui pintu perbatasan Kerem Shalom — salah satu dari sedikit jalur yang masih bisa digunakan untuk masuk ke daerah yang terkepung itu. Meskipun jalur distribusinya dipenuhi ancaman dan bahaya, perjalanan bantuan medis kali ini berjalan mulus.
“Pasokan tersebut masuk melalui penyeberangan Kerem Shalom ‘tanpa insiden penjarahan, meskipun kondisi berisiko tinggi di sepanjang rute.’”
Darah dan plasma — komponen vital untuk penanganan luka perang dan krisis medis — langsung disalurkan ke tempat penyimpanan dingin di Kompleks Medis Nasser. Pasokan ini kemudian dialokasikan ke sejumlah rumah sakit yang kini mengalami kelangkaan parah akibat tingginya jumlah korban luka.
“Darah dan plasma telah dikirim ke fasilitas penyimpanan dingin Kompleks Medis Nasser dan akan didistribusikan ke rumah sakit ‘yang menghadapi kekurangan kritis di tengah meningkatnya jumlah korban luka, banyak yang terkait dengan insiden di lokasi distribusi makanan,’ tambahnya.”
Distribusi Bertahap, Bantuan Lain Masih Menunggu Masuk
Bantuan medis yang berhasil dikirimkan ini bukanlah keseluruhan. WHO masih menyimpan sejumlah pasokan di perbatasan dan tengah menunggu giliran untuk disalurkan ke titik-titik pelayanan medis yang masih bisa beroperasi.
“Empat truk WHO masih berada di Kerem Shalom dan lebih banyak lagi sedang dalam perjalanan ke Gaza,” katanya.
Sebagian besar rumah sakit di Gaza saat ini nyaris lumpuh. Bangunan rusak, peralatan medis terbatas, dan staf medis bekerja dalam kondisi minim sumber daya. Oleh karena itu, setiap kiriman yang masuk membawa harapan — meski kecil — bagi sistem kesehatan yang hampir kolaps.
“Namun, pasokan medis ini hanyalah setetes air di lautan. Bantuan dalam skala besar sangat penting untuk menyelamatkan nyawa,” Ghebreyesus menekankan.
Seruan untuk Akses Kemanusiaan Tanpa Batas
Tedros tidak hanya berhenti pada kabar gembira. Ia menegaskan kembali permintaan WHO kepada pihak-pihak terkait agar membuka semua jalur kemanusiaan yang memungkinkan. Baginya, pengiriman bantuan seharusnya tidak menjadi sebuah prestasi langka, melainkan sebuah kebutuhan mendesak dan terus-menerus.
“WHO menyerukan pengiriman bantuan kesehatan yang segera, tanpa hambatan, dan berkelanjutan ke Gaza melalui semua rute yang memungkinkan.”
Satu Kiriman, Sejuta Arti
Dalam pusaran konflik yang memporakporandakan kehidupan warga Gaza, kiriman sembilan truk ini bak setitik embun di padang pasir. Ia belum mampu menghapus penderitaan secara menyeluruh, namun cukup untuk memberi secercah harapan bahwa dunia belum sepenuhnya berpaling.
Pengiriman ini bukan hanya soal logistik dan medis, tetapi juga soal keberpihakan pada kemanusiaan. WHO, melalui aksi ini, menunjukkan bahwa nyawa tetap harus diprioritaskan meski di tengah ketidakpastian dan blokade.