Aroma ketegangan kembali menguar dari meja perdagangan global setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan terobosan kerja sama ekonomi dengan Vietnam, yang disebut-sebut sebagai kesepakatan “luar biasa”. Namun, langkah ini ternyata membuat China meradang, karena merasa ada pihak ketiga yang dikorbankan demi keuntungan bilateral tersebut.
Merespons langkah itu, pemerintah Tiongkok melayangkan peringatan keras kepada Washington dan Hanoi. Beijing menyatakan bahwa bentuk kerja sama semacam ini tidak seharusnya merugikan pihak lain, terutama negara yang tidak secara langsung terlibat dalam negosiasi.
“China selalu menganjurkan agar semua pihak menyelesaikan perbedaan ekonomi dan perdagangan melalui dialog dan konsultasi yang setara,” kata juru bicara kementerian luar negeri Mao Ning, dikutip AFP, Kamis (3/7/2025).
“Pada saat yang sama, negosiasi dan kesepakatan yang relevan tidak boleh menargetkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga,” tambahnya.
Vietnam Dapat Diskon Tarif, China Merasa Terpojok
Kesepakatan terbaru ini muncul hanya beberapa hari menjelang batas waktu 9 Juli, yang ditetapkan sendiri oleh Trump untuk menerapkan tarif lebih tinggi terhadap negara-negara mitra dagang yang belum menyepakati ketentuan baru. Dalam hal ini, Vietnam memperoleh perlakuan khusus, dengan potongan tarif hingga 20%, dari sebelumnya mencapai 46%.
Namun keringanan ini tak datang tanpa syarat. Amerika Serikat tetap akan memberlakukan tarif sebesar 40% terhadap barang-barang yang melewati Vietnam dalam praktik “trans-shipping”, yaitu pengiriman ulang barang dari negara lain—yang menurut pejabat AS, sebagian besar berasal dari China.
Trans-Shipping, Jalan Tikus Perdagangan yang Dikejar Washington
“Trans-shipping” menjadi sorotan utama dalam kesepakatan ini. Praktik tersebut dianggap sebagai celah perdagangan yang digunakan oleh perusahaan asal China untuk menghindari tarif langsung dari AS, dengan “menitipkan” produknya melalui Vietnam.
Menurut analis dari Capital Economics, strategi ini tampaknya menunjukkan pola baru dalam kebijakan dagang Washington, di mana negara-negara yang dianggap membantu produk China memasuki pasar AS akan berada dalam tekanan.
“Dari perspektif global, mungkin hal yang paling menarik adalah bahwa kesepakatan ini sekali lagi tampaknya sebagian besar berkaitan dengan China,” ujar laporan analisis tersebut, sambil menekankan bahwa kebijakan ini bisa dipandang Beijing sebagai langkah provokatif.
Reaksi Beijing: Keras dan Tegas
Tidak tinggal diam, Kementerian Perdagangan China pun menyuarakan penolakan terhadap tarif yang diberlakukan AS, terutama jika kebijakan tersebut berdampak langsung pada kepentingan nasional China. Sikap ini mencerminkan bahwa Tiongkok tidak akan membiarkan dirinya dipinggirkan begitu saja dalam arena dagang internasional.
“Posisi Cina konsisten,” He Yongqian, juru bicara kementerian perdagangan Cina, mengatakan dalam sebuah pengarahan.
“Kami senang melihat semua pihak menyelesaikan perbedaan ekonomi dan perdagangan dengan Amerika Serikat melalui konsultasi yang setara, tetapi kami dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan Cina,” katanya.
Tarik Ulur Perdagangan: Masih Panjang
Dengan posisi dagang global yang terus berubah, gesekan antara China dan AS tak menunjukkan tanda-tanda mereda. Langkah Washington menggandeng Vietnam bisa jadi menjadi kartu taktis untuk menekan Beijing dari sisi regional. Namun, respons keras dari Tiongkok menunjukkan bahwa mereka tak akan tinggal diam jika kepentingannya dipinggirkan atau dilangkahi.
Dalam waktu dekat, dunia bisa saja menyaksikan babak baru dalam drama dagang global—yang bukan hanya soal angka dan tarif, melainkan juga tentang pengaruh, aliansi ekonomi, dan dominasi geopolitik.