Zarof Mengaku Konsultasi dengan Hakim Agung untuk Menangani Perkara Gula

Sahrul

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang juga dikenal sebagai makelar perkara, memberikan kesaksian mengejutkan saat diperiksa dalam kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Zarof mengaku pernah terlibat dalam pengurusan perkara perdata kasus gula, yang melibatkan sejumlah pihak penting, termasuk Hakim Agung Sultoni. Dalam keterangannya, Zarof mengungkapkan bahwa ia sempat berkonsultasi dengan Sultoni mengenai perkara tersebut.

Pada hari Rabu, 7 Mei 2025, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Zarof memberi kesaksian untuk terdakwa pengacara Ronald, Lisa Rachmat, dan ibu Ronald, Meirizka Widjaja. Ketika jaksa menanyakan tentang keterlibatan Zarof dalam perkara perdata yang melibatkan gula, Zarof mengaku bahwa pihak yang terkait dalam perkara itu mengajukan gugatan perdata. Namun, ia mengaku tidak ingat apakah pihak tersebut adalah penggugat atau tergugat, yang jelas ia merasa bahwa berkas perkara itu menunjukkan kemungkinan kemenangan.

Zarof menjelaskan bahwa pada saat itu ia menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan di MA. Meski begitu, ia mengakui bahwa ia tidak memiliki akses langsung terhadap berkas perkara tersebut. “Saudara lihat berkasnya?” tanya jaksa, dan Zarof menjawab bahwa ia hanya mendapatkan informasi melalui sumber lain, yang mengatakan bahwa perkara tersebut sudah dimenangkan di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT).

Jaksa pun menelusuri lebih jauh bagaimana Zarof dapat memperoleh informasi tersebut. Zarof mengungkapkan bahwa ia melakukan konsultasi dengan Hakim Agung Sultoni untuk mempelajari perkembangan perkara tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa ia berdiskusi dengan kolega-koleganya di MA mengenai perkara ini. “Saya tanya-tanya itu. Terus saya lihat juga, oh di PN menang, di PT menang. Saya berspekulasi ini pasti menang,” ujar Zarof.

Meskipun Zarof tidak memiliki akses langsung ke berkas perkara, ia mengakui bahwa konsultasi dengan Hakim Agung Sultoni memberikan wawasan tambahan terkait kelanjutan perkara tersebut. “Jadi kalau waktu itu saya tanya yang ini dengan Pak Sultoni, saya tanya sama Pak Sultoni, gini-gini, beliau, paling gampang itu ditanya soal perkara apapun,” tuturnya.

Lebih lanjut, Zarof mengungkapkan bahwa ia menerima imbalan uang sebesar Rp 50 miliar untuk pengurusan kasasi kasus tersebut, dan kemudian mendapatkan Rp 20 miliar untuk pengurusan peninjauan kembali (PK) perkara yang hampir serupa. “Ya udah, kalau gitu, oh ini begini, pembeli lelang ini, ceritanya kan ini pembeli lelang. Dan ini benar semuanya gitu kan, ya udah saya diam aja,” ungkap Zarof.

Ia menambahkan bahwa uang tersebut diterimanya secara utuh dan tidak ada yang diserahkan kepada pihak lain. Zarof juga mengonfirmasi bahwa ada dua kesempatan untuk menangani perkara tersebut, yaitu pada tingkat kasasi dan PK, dengan kasus yang hampir serupa di setiap tahapan.

Dalam kasus ini, Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi yang mencapai Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjabat di MA. Selain itu, ia juga dituduh terlibat dalam skema makelar perkara untuk vonis bebas Ronald Tannur. Ronald Tannur, yang sebelumnya dihukum 5 tahun penjara pada tingkat kasasi, kini sedang menjalani masa hukumannya.

Pernyataan Zarof dalam sidang ini membuka tabir lebih dalam mengenai praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di MA dan menunjukkan bagaimana perkara hukum bisa dimanipulasi demi keuntungan pribadi. Kasus ini menjadi sorotan karena menyoroti besarnya gratifikasi yang diterima oleh pejabat pengadilan, serta peran yang dimainkan oleh makelar dalam sistem peradilan yang seharusnya independen dan adil.

Also Read

Tags

Leave a Comment