Zelensky Tetap Kalem Meski Trump Menudingnya Tak Punya Rasa Syukur

Sahrul

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akhirnya menanggapi pernyataan keras Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menuduh Ukraina tidak menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan Washington. Respons Zelensky tampil jauh lebih tenang, berbeda dengan nada tudingan Trump yang lantang.

Seperti diberitakan Reuters dan Al Arabiya pada Senin (24/11/2025), kritik Trump mencuat setelah Zelensky menolak rencana perdamaian 28 poin yang diajukan Amerika Serikat untuk mengakhiri konflik Ukraina-Rusia. Usulan tersebut dinilai terlalu mengakomodasi keinginan Moskow, termasuk kewajiban Kiev menyerahkan sebagian wilayahnya yang saat ini masih dipertahankan.

Trump kemudian menyerang balik dengan kata-kata yang tajam. Ia menyebut pimpinan Ukraina tidak menghargai upaya Amerika, bahkan di tengah banjir bantuan persenjataan yang terus dikirimkan ke Kyiv. Melalui platform media sosial Truth Social, Trump menulis pernyataan penuh huruf kapital sebagai bentuk penekanannya.
“‘KEPEMIMPINAN’ UKRAINA TIDAK MENGUNGKAPKAN RASA TERIMA KASIH SAMA SEKALI ATAS UPAYA-UPAYA KITA,” tulisnya.

Tidak berhenti di situ, Trump menuding Eropa bersikap munafik karena masih membeli minyak Rusia, sementara Amerika terus memasok senjata dalam jumlah besar ke NATO yang kemudian didistribusikan untuk Ukraina.
“DAN EROPA TERUS MEMBELI MINYAK DARI RUSIA. AS TERUS MENJUAL SENJATA DALAM JUMLAH BESAR KEPADA NATO, UNTUK DIDISTRIBUSIKAN KE UKRAINA,” lanjutnya.

Trump juga mengarahkan kritiknya kepada mantan Presiden Joe Biden. Ia menilai perang Rusia-Ukraina seharusnya tak terjadi bila pemerintahan Biden lebih sigap. “SAYA MEWARISI PERANG YANG SEHARUSNYA TIDAK PERNAH TERJADI, PERANG YANG MERUGIKAN SEMUA ORANG, TERUTAMA JUTAAN ORANG YANG TEWAS DENGAN SANGAT TIDAK PERLU,” ungkapnya.

Jawaban Zelensky: Tetap Tenang dan Menekankan Apresiasi

Berbeda dari retorika Trump yang berapi-api, Zelensky merespons dengan gaya yang lebih sejuk. Ia menegaskan bahwa Ukraina tetap menghargai segala bentuk bantuan dari Amerika Serikat, termasuk dukungan Trump pada masa pemerintahannya.
“Ukraina berterima kasih kepada Amerika Serikat, kepada setiap hati warga Amerika, dan khususnya kepada Presiden Trump atas bantuan, yang dimulai dengan (rudal) Javelin, yang telah menyelamatkan nyawa warga Ukraina,” ujar Zelensky melalui Telegram.

Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada negara-negara Eropa, G7, dan G20. Bagi Zelensky, mempertahankan dukungan internasional merupakan kunci agar Ukraina tak berjalan sendirian dalam upaya menghentikan agresi Moskow.
“Inilah sebabnya kami bekerja dengan sangat hati-hati di setiap poin, setiap langkah menuju perdamaian. Semuanya harus dikerjakan dengan benar agar kita benar-benar dapat mengakhiri perang ini dan mencegah perang terulang kembali,” tambahnya.

Pertemuan Diplomatik di Jenewa dan Buntunya Rencana Perdamaian

Sebelumnya, pada Minggu (23/11), pejabat dari Ukraina, Amerika Serikat, dan Eropa mengadakan pertemuan di Jenewa, Swiss, untuk membahas rancangan perdamaian yang diusulkan Washington. Dialog tersebut berlangsung setelah Zelensky secara terang-terangan menolak proposal itu.

Zelensky menilai poin-poin dalam rencana tersebut memberikan “pilihan yang sangat sulit” bagi Ukraina. Berdasarkan isi rancangan, Kiev diwajibkan menyerahkan sejumlah wilayah timur ke Rusia, mengurangi kekuatan militernya, dan bersumpah tidak akan bergabung dengan NATO—persyaratan yang dianggap bertentangan dengan kedaulatan nasional Ukraina.

Di sisi lain, Trump sebelumnya memberikan batas waktu hingga 27 November bagi Zelensky untuk menyetujui rencana tersebut. Ancaman tenggat itu memperkeruh suasana diplomatik dan semakin menegaskan jurang perbedaan pendapat antara kedua pemimpin.

Penutup

Pertukaran komentar antara Trump dan Zelensky menggambarkan betapa rapuhnya dinamika politik internasional terkait konflik Ukraina-Rusia. Sementara Trump memilih retorika keras untuk menegaskan posisinya, Zelensky justru memanfaatkan ketenangan sebagai cara meredam eskalasi. Meski demikian, keputusan mengenai rencana perdamaian tetap menjadi batu sandungan yang sulit diurai dalam waktu dekat.

Also Read

Tags