Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya Disorot, Deretan Menteri Kehutanan Diduga Longgarkan Izin Pembukaan Hutan

Sahrul

Krisis ekologis yang melanda sejumlah provinsi di Sumatra memicu tanda tanya besar mengenai siapa sebenarnya pejabat yang membuka pintu bagi pembabatan hutan secara masif. Pertanyaan itu pertama kali dilontarkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, yang mencurigai adanya praktik pemberian izin pembukaan hutan oleh deretan Menteri Kehutanan RI pada masa-masa sebelumnya.

Kecurigaan ini muncul setelah Menteri Kehutanan saat ini, Raja Juli Antoni, menegaskan bahwa selama setahun menjabat, dirinya tidak pernah menerbitkan izin baru penebangan hutan.

Saya sudah katakan, saya setahun jadi menteri ini, saya tidak menerbitkan PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) penebangan satu pun yang baru,” ujar Raja Juli usai rapat kerja dengan Komisi IV yang membahas bencana banjir bandang di Sumatra, Kamis (4/12/2025).
Yang justru saya terbitkan adalah PBPH untuk jasa lingkungan atau RE, Restorasi Ekosistem.”

Pernyataan tersebut membuat Johan mempertanyakan pihak yang dianggap telah “mengumbar lampu hijau” bagi pembukaan hutan di wilayah-wilayah yang kini luluh lantak akibat banjir dan longsor.

Menurut Johan, pernyataan Raja Juli justru memperkuat asumsi bahwa izin-izin tersebut mungkin berasal dari rezim sebelumnya, sehingga perlu dibuka seterang mungkin.

Pengakuan dari Pak Menteri kan, ‘Satu jengkal pun, saya tidak pernah memberikan izin pada daerah terdampak Sumut, Sumbar, maupun Aceh,’” kata Johan dalam tayangan KompasTV, Jumat (5/12/2025).
Pertanyaannya kan, siapa yang memberikan izin?

Ia menegaskan kembali permintaannya agar Kementerian Kehutanan mempublikasikan data secara rinci. Tanpa itu, kata Johan, publik akan terus menduga-duga.

Nah, itulah kenapa, kemarin ketika rapat kerja itu, saya secara pribadi meminta Pak Menhut agar membuka datanya secara terang benderang ya. Kalau Pak Menteri bukan yang tanda tangan [memberi izin], lantas siapa gitu?” ujarnya.
Kalau di zamannya Pak Raja Juli ini tidak tanda tangan, maka perlu kita tarik ke belakang gitu.

Ia kemudian menyebut sejumlah nama Menteri Kehutanan pada periode sebelumnya: MS Kaban (2004–2009), Zulkifli Hasan (2009–2014), dan Siti Nurbaya Bakar (2014–2024).

Ibu Siti Nurbaya Bakar kah, Zulkifli Hasan kah, MS Kaban kah, atau siapakah gitu yang telah mengobral izin usaha itu sehingga kondisi hulu di daerah terdampak sudah sangat parah.

Desakan Pembukaan Data Perizinan dan Lemahnya Tata Kelola Hutan

Johan menilai persoalan banjir bandang kali ini bukan semata soal hujan ekstrem, melainkan akumulasi kerusakan di hulu yang dibiarkan bertahun-tahun. Ia meminta Kementerian Kehutanan membuka data PBPH untuk mengetahui siapa yang memulai praktik tersebut.

Karena indikasi dari data-data yang dipaparkan oleh Kementerian Kehutanan kemarin itu nampak sekali bahwa memang tata kelola hutan kita sangat lemah,” katanya.
Rehabilitasi DAS tidak berjalan. Ada perusahaan tambang ilegal yang berkontribusi pada kerusakan di hulu.

JATAM: Sumatra Jadi ‘Tumbal’ Ekstraksi Tambang dan Energi

Di luar konteks perizinan hutan, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai bencana ekologis yang menghantam Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh adalah buah dari eksploitasi besar-besaran terhadap lanskap hutan dan daerah aliran sungai.

JATAM menyebut Sumatra kini ibarat “wilayah persembahan” untuk industri tambang mineral dan batubara. Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat 1.907 izin tambang aktif dengan total hamparan mencapai 2,45 juta hektare. Sebaran izin ini terpusat di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Jambi, dan Sumatra Utara, disusul provinsi lain seperti Lampung, Bengkulu, Aceh, hingga Riau.

Hutan-hutan yang dulunya berfungsi mengikat air kini berubah menjadi lubang tambang, jalan produksi, dan zona infrastruktur ekstraktif—melemahkan kemampuan DAS menahan debit air.

Selain tambang, Sumatra juga menjadi rumah bagi 28 proyek PLTA, dengan dominasi di Sumatra Utara. Meski disebut energi bersih, proyek PLTA turut memicu kerentanan ekologis di Batang Toru dan sekitarnya, termasuk gangguan aliran sungai yang berujung memperparah banjir.

PPKH: ‘Gerbang’ Deforestasi di Sumatra

Sumatra turut dibebani oleh 271 Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dengan luas total hampir 54 ribu hektare—mulai dari izin tambang, migas, panas bumi, hingga proyek energi lain. Izin-izin inilah yang secara perlahan menggerus fungsi lindung kawasan hutan.

Banjir Bandang Sumatra 2025: Skala Bencana yang Tak Pernah Terbayang

Badai besar yang mengikuti munculnya Bibit Siklon 95B, kemudian berkembang menjadi Siklon Tropis Senyar, menghantam Sumatra dengan intensitas yang belum pernah tercatat sebelumnya. Fenomena siklon tropis di dekat Khatulistiwa sangat jarang terjadi, namun pemanasan global diyakini memperkuat anomali tersebut.

Dampaknya amat besar:

  • 867 orang meninggal dunia
  • 521 orang hilang
  • 4.200 luka-luka
  • 121.000 lebih rumah rusak
  • ratusan fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, hingga jembatan hancur.

Kerusakan ini diperburuk oleh masifnya deforestasi. Aliran banjir bahkan membawa kayu gelondongan dengan potongan rapi, seolah mengisyaratkan adanya aktivitas penebangan intensif di hulu.

Tumpukan kayu terlihat di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga, hingga pesisir Padang. Video yang viral memperlihatkan kayu-kayu besar terseret banjir di Jembatan Aek Garoga, Batang Toru.

Hutan yang dulu menjadi tameng kini seakan tak berdaya, dan publik digiring pada pertanyaan besar: siapa yang memberi izin hingga hulu Sumatra kehilangan kekuatannya?

Also Read

Tags