Penyelidikan terkait tuduhan penggunaan dokumen pendidikan palsu oleh Presiden Joko Widodo kini memasuki fase yang lebih serius. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya atau Polda Metro Jaya telah secara resmi menaikkan level penanganan perkara ini dari tahap penyelidikan awal ke tahap penyidikan penuh.
Langkah hukum ini diambil usai digelarnya forum gelar perkara pada Kamis, 10 Juli 2025. Dalam forum tersebut, aparat penegak hukum menemukan elemen yang diduga mengarah pada perbuatan melawan hukum, sehingga penyidik memutuskan untuk mengembangkan kasus lebih lanjut melalui proses penyidikan.
“Satu laporan dari pelapor Ir HJW, dalam gelar perkara disimpulkan ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga perkaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Jumat (11/7/2025).
Menurut pernyataan resmi tersebut, satu dari enam laporan yang kini tengah diproses menjadi kunci dalam pembukaan babak baru perkara ini. Seluruh laporan tersebut kini ditangani oleh Subdirektorat Keamanan Negara di bawah Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Laporan Balik Presiden dan Bukti Digital
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, juga menjelaskan bahwa salah satu dari enam laporan itu merupakan pengaduan langsung dari Presiden Jokowi. Ia melaporkan kasus ini ke polisi pada 30 April 2025 sebagai bentuk keberatan terhadap dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang dianggap mencoreng reputasinya di ruang publik.
Dalam laporan tersebut, Presiden menyebutkan secara spesifik lima tokoh yang dianggap menyebarkan tuduhan tanpa dasar, yakni: Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani. Namun, sejauh ini, kelima orang tersebut masih berstatus sebagai terlapor, karena penyidik masih menelusuri kebenaran materil dari semua bukti yang diajukan.
Di sisi lain, terdapat lima laporan tambahan yang berasal dari pengalihan atau pelimpahan kasus di tingkat kepolisian resor. Dari jumlah tersebut, tiga laporan telah dinaikkan ke tahap penyidikan karena aparat menilai ada indikasi penghasutan dalam konten atau pernyataan yang disampaikan oleh pihak terlapor.
“Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” kata Ade Ary.
Meski dua laporan terakhir telah ditarik kembali oleh pelapornya, pihak kepolisian menegaskan proses hukum masih akan berjalan untuk menjamin kepastian hukum dan menyisir kemungkinan adanya unsur pidana yang tersembunyi.
Barang Bukti dan Jerat Pasal
Untuk mendukung proses hukum, Presiden Jokowi telah menyerahkan sejumlah barang bukti dalam bentuk dokumen digital maupun cetak. Bukti yang diserahkan antara lain berupa satu flashdisk yang berisi 24 tautan video YouTube, cuplikan unggahan dari media sosial X (dulu Twitter), salinan ijazah berikut legalisasinya, foto sampul skripsi, dan lembar pengesahan tugas akhir.
Seluruh materi tersebut kini menjadi bahan pemeriksaan intensif tim penyidik. Adapun pasal-pasal hukum yang digunakan untuk menjerat para terlapor mencakup Pasal 310 dan 311 KUHP, yang mengatur soal penghinaan dan pencemaran nama baik. Selain itu, penyidik juga menerapkan sejumlah pasal dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), termasuk Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4).
Secara keseluruhan, pihak kepolisian kini mengusut dua inti perkara utama: pencemaran nama baik serta penghasutan dan penyebaran informasi yang dinilai menyesatkan, yang dalam hal ini menyasar langsung figur Presiden Republik Indonesia.