Cuaca buruk yang berujung banjir di berbagai wilayah Jabodetabek masih menjadi perhatian utama. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan hingga kapan kondisi ekstrem ini akan berlangsung dan apa yang menjadi pemicunya.
Banjir Jabodetabek Akibat Cuaca Ekstrem
Pada Selasa (4/3), beberapa wilayah di Jabodetabek terendam air akibat curah hujan yang sangat tinggi serta kondisi atmosfer yang mendukung peningkatan intensitas hujan. BMKG menyatakan bahwa potensi cuaca ekstrem masih akan terus berlanjut hingga pertengahan Maret, khususnya hingga tanggal 20.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa meskipun dalam beberapa hari ke depan intensitas hujan diperkirakan akan sedikit berkurang, namun akan kembali meningkat memasuki dasarian kedua Maret.
“Karena fenomenanya masih akan berlanjut meskipun akan mengalami penurunan sebentar, namun kemudian nampaknya puncaknya di tanggal 11 [Maret]. Jadi berangsur-angsur meningkat lagi, sehingga kemungkinan akan ekstrem lagi,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers virtual, Selasa (4/3).
Berdasarkan analisis yang dilakukan BMKG, puncak hujan lebat yang dapat memicu bencana hidrometeorologi diperkirakan akan terjadi antara 11 hingga 20 Maret.
Dampak Cuaca Ekstrem di Berbagai Wilayah
Dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan periode 4-10 Maret 2025, BMKG mencatat beberapa daerah di Indonesia mengalami dampak signifikan akibat hujan deras. Beberapa daerah yang terdampak banjir dan tanah longsor antara lain Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, serta Kalimantan Selatan.
“Bencana hidrometeorologi ini masih berpotensi terjadi, terutama di wilayah dengan curah hujan tinggi yang berada di wilayah pesisir dan bertopografi yang curam,” terang BMKG.
Cuaca ekstrem yang menjadi pemicu bencana ini terjadi karena beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi intensitas hujan di berbagai daerah. Faktor tersebut termasuk keberadaan gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial, Low Frequency, serta Kelvin yang diperkirakan masih aktif selama sepekan ke depan. Fenomena ini meningkatkan aktivitas konvektif yang memicu pembentukan awan hujan.
Selain itu, sirkulasi siklonik yang terdeteksi di sejumlah perairan Indonesia, seperti Perairan Barat Aceh, Samudra Hindia barat daya Bengkulu, dan Pesisir Papua Selatan, turut berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan di beberapa daerah. Faktor lain seperti kondisi labilitas atmosfer yang tinggi juga memicu pembentukan awan hujan yang lebih intens.
“Hal ini mengakibatkan potensi terjadinya hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan masih dapat terjadi secara merata di sejumlah daerah,” jelas BMKG.
Prediksi Cuaca dalam Sepekan ke Depan
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyatakan bahwa keberadaan sirkulasi siklonik ini menyebabkan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi di beberapa wilayah perairan, termasuk Laut Natuna, Laut Banda, perairan selatan Sulawesi, Laut Arafuru, dan Maluku. Selain itu, fenomena pertemuan angin (konfluensi) juga terdeteksi di Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafuru, hingga Papua bagian selatan.
BMKG memprediksi dalam periode 4-11 Maret 2025, potensi hujan lebat masih akan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di bagian barat serta Kepulauan Papua.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan cuaca ekstrem dan dampaknya, seperti banjir dan tanah longsor, serta terus memantau perkembangan informasi dari BMKG untuk langkah antisipasi yang lebih baik.