Potensi Perbedaan Awal Ramadan 2025, MUI: Idul Fitri Sudah Disepakati

Rohmat

Ketua MUI Bidang Dakwah, Cholil Nafis, mengungkapkan adanya potensi perbedaan penetapan awal puasa Ramadan 2025 antara Pemerintah dan Muhammadiyah. Meski demikian, ia menegaskan telah terdapat kesepakatan terkait penentuan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah.

“Mulai puasa tahun 1446 H/2025 potensi berbeda, tapi lebaran sepakat bersama. Sebab menurut kriteria MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), pada tanggal 28 Februari 2025 untuk imkanurru’yah (imkanur rukyat-red) di Indonesia hanya bisa terpenuhi di Aceh,” cuit Cholil di akun X-nya pada Jumat (28/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa proses pemantauan hilal atau bulan sabit muda (imkanur rukyat) akan sulit dilakukan di wilayah Jawa Timur dan kawasan lebih timur lainnya. “Sedangkan di Jawa Timur, apalagi di daerah timurnya lagi, lebih sulit untuk imkan melihat bulan,” tambahnya.

Sebagai informasi, menurut standar yang diterapkan MABIMS, imkanur rukyat dianggap sah apabila ketinggian hilal mencapai 3 derajat dan sudut elongasi—jarak sudut antara bulan dan matahari saat matahari terbenam—mencapai 6,4 derajat. Apabila hilal tidak terlihat, maka bulan berjalan, yakni Syakban, akan dilengkapi menjadi 30 hari.

“Pada Akhir Syakban, 28 Februari, tinggi hilal di Jakarta sudah 4 derajat, elongasi (sudut antara titik pusat bulan dan matahari saat terbenam) 6,02 derajat. Kriteria MABIMS tinggi 3, dan elongasi 6,4. Sedangkan di Jawa Timur tinggi hilal 3, elongasi 5,9 (elongasinya belum masuk kriteria MABIMS),” jelas Cholil.

Selanjutnya, Cholil memaparkan bahwa saat Ijtimak—peristiwa astronomis ketika bulan dan matahari berada pada garis bujur yang sama—pada akhir Ramadan, yang jatuh pada 27 Mei pukul 10.02 WIB, posisi hilal di Jakarta akan memiliki ketinggian 1° 28′ dan elongasi 6,5 derajat. “Tinggi < kriteria elo > kriteria. Tapi sementara ini kesepakatan MABIMS tinggi dan elo terpenuhi. Awal Syawal insyaAllah tidak ada perbedaan antarormas,” ujar Cholil.

Ia juga menekankan bahwa jika pemantauan hilal yang diakui secara sah atau muktabar di Aceh berhasil dilakukan, maka Ramadan akan dimulai pada Sabtu (1/3/2025). Namun, jika hilal tidak tampak, maka bulan Syakban akan disempurnakan menjadi 30 hari sehingga puasa dimulai pada Minggu (2/3/2025).

“Jika terpaku pada kriteria MABIMS potensi beda sangat mungkin: 1. Jika ada hasil rukyah yang mu’tabar di zona Aceh, maka awal puasa Sabtu; 2. Kalau tidak ada hasil rukyah, maka istikmal sya’ban; 3. Pemerintah bisa punya skenario, tetap diisbatkan Sabtu, baik rukyah berhasil atau tidak,” papar dia.

Cholil turut merujuk pada kalender NU dan Muhammadiyah 2025 yang menyebutkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu (1/3/2025). Meski demikian, ia menekankan bahwa NU selalu mencantumkan catatan bahwa keputusan awal bulan hijriyah bergantung pada hasil pemantauan hilal. Jika hilal tidak terlihat, maka Syakban disempurnakan menjadi 30 hari, dan awal puasa jatuh pada Minggu (2/3/2025).

Also Read

Tags

Leave a Comment